Sabtu, 21 Mei 2011

Menemukan Akhir Cerita (Cinta)


Bercerita, semua manusia pasti tak akan menemukan kesulitan saat merangkai kata-kata. Setidaknya untuk sebuah cerita sederhana keseharian atau sekedar berbagi berita kecil. Bahkan kadang, manusia tak sadar telah menjalin kata per kata untuk menguntai sebait atau berlembar-lembar cerita. Cerita tentang apapun, bisa tentang siapapun, dengan setting dimanapun dan kapanpun. Terserah.

Awal sebuah cerita, bagi saya akan lebih sah dimulai dengan ketidaksengajaan, natural, mengikuti alur alami, dan ikuti saja intuisinya. Nikmati setiap belokan rasa dan tikungan logika di awal cerita. Tulus.


Menurut saya, awal yang terlalu teratur dan dipikirkan tidak akan menemukan kelanjutan yang menarik. Awal yang terlalu diatur mungkin akan terlihat dibuat-buat, penuh syarat, dan tampak dipaksakan. Selanjutnya, cerita hanya berbentuk balok-balok, bergaris tegak lurus tegas, dan bersudut-sudut. Kaku.

Ketidakteraturan yang saya bayangkan di sini bukan mutlak berantakan. Bukan berbentuk arogansi yang tak berasa, apalagi sampai kehilangan nilai. Jelas ada jalur dan batas yang harus diruntut sejak awal cerita. Atau kalau tidak, silakan ambil resiko nanti di alur selanjutnya. Karena ada pertanggungjawaban atas apapun yang telah dimulai, bukan?

Selanjutnya, tugas si pencerita untuk melanjutkan apa yang telah dimulainya. Mengarahkan awal yang telah terambil dengan sebaik-baik dan sebenar-benarnya cara. Di sinilah sebaiknya logika ikut menyeimbangkan lambungan batin. Hadirkan sang logika dan akal di tengah hiruk pikuk nyanyian bahagia si batin.

Dan yang terpenting adalah tokoh utama, sang Pemilik hati dan akal. Sang Maha Mengatur dan Maha Bijaksana, sebaik-baiknya pengatur hidup. Hadirkan Dia sebagai pemilik cerita, dan tempat pengembalian semua yang hanya menjadi milik-Nya. Saya yakin ketidaksengajaan di awal tadi merupakan bentuk kuasaNya. Jadi, tak akan bisa hilang Ia hingga akhir cerita, bahkan hingga akhir dunia. Tuhan.

Sampailah pada punutup cerita. Penutup awal yang tadi terambil karena tak sengaja. Setelah berlama-lama mengelola ketidaksengajaan, setelah peluh dan air mata menjadi bayaran, akhirnya sampai pada akhir cerita. Akhir yang tak mengakhiri apapun, akhir yang membuat pelaku-pelakunya menemukan lembar baru untuk merangkai cerita selanjutnya.

Sungguh, bahagia dan sedih adalah pilihan. Tapi akhir adalah kepastian. Kepastian yang memang harus diambil sekaligus dengan seluruh pertanggungjawabannya. Akhir adalah kepastian, bukan menjadi syarat atau bahkan bahan timbal balik.

Untuk itu, saya pun tetap mengandalkan intuisi dalam menemukan ending.
Saya menemukan banyak ending tadi, kemarin, dan kemarin dulu. Banyak akhiran yang bisa saya ambil tapi akhirnya saya lewati begitu saja.

Malam tadi, kembali saya menemukan akhiran. Sebuah garis tegas dan pasti.  Tak akan menunggu lama lagi, saya menyambarnya begitu saja.  Lalu seketika menjerebabkan hati pada Pemilik Hakiki. Dan saat ini di tangan saya telah ada segenggam cerita hingga chapter terakhir. Akhir.

Chat With Sukma

Ini blog biasa, dengan misi sederhana..menulis sajalah. Semoga bermanfaat....=)