Sabtu, 16 April 2011

Meminjam Mesin Penenun Hujan Milik Frau ^.^



Masih tentang sebuah fenomena alam favorit kebanyakan orang. Tak terkecuali saya. Hujan.
Mencintai sepaket mendung, sejuk, basah, pelangi, dan tentu sebongkah berkah.

Dan lagu Frau, Mesin Penenun Hujan ini, seperti memberi kontak jiwa dan raga antara hujan itu sendiri dan saya (tentu saja karena saya yang bersenandung, maka sah bahwa 'aku' di sini adalah saya ^.^)

dan bernyanyilah saya...

Merakit mesin penenun hujan
Hingga terjalin, terbentuk awan
Semua tentang kebalikan
Terlukis, tertulis, tergaris di wajahmu

Keputusan yang tak terputuskan
Ketika engkau telah tunjukkan
Semua tentang kebalikan
Kebalikan di antara kita

Kau sakiti aku, kau gerami aku,
Kau sakiti, gerami, kau benci aku
Tetapi esok nanti kau akan tersadar
Kau temukan seorang lain yang lebih baik
Dan aku kan hilang, ku kan jadi hujan
Tapi takkan lama, ku kan jadi awan

Merakit mesin penenun hujan
Ketika engkau telah tunjukkan
Semua tentang kebalikan
Kebalikan di antara kita
 

dan saya...adalah hujan itu sendiri. Yang nantinya karenamu, saya akan berubah menjadi awan.

Kamis, 07 April 2011

Berawal Dari Gundul-Gundul Pacul


Siang kemarin tak sengaja membaca sebuah note Facebook milik dosen saya. Judulnya memancing, #jurusgundul-gundul Pacul. Siapa orang jawa yang tak kenal lagu ini. Saat masih kecil, lagu ini jadi salah satu lagu dolanan bocah yang sangat sering saya dengar dan nyanyikan. Ntah, anak kecil jaman sekarang masih kah kenal dengan tembang ini. Bukan skeptis dan pesimis, tapi yang saya tau anak-anak kecil masa sekarang lebih kenal dan lebih hapal dengan lagu-lagu band dewasa atau remaja bertema cinta atau pacaran.

Yah, saya sedang tidak akan membahas pertumbuhan anak yang tidak sehat ini. Membahas tembang jawa yang liriknya paling banyak hanya 4 sampai 6 baris ini lebih menarik perhatian saya saat ini. Mungkin masih sedikit orang yang paham ternyata lagu Gundul-gundul Pacul menyimpan pelajaran dan filosofi yang sangat dalam. Bahkan jika melihat realitas saat ini, tak berlebihan jika lagu ini saya anggap sebagai ramalan masa depan yang diterawang pada masa lalu. Realitas apa? Tentu saja realitas negeri ini yang sudah lama kehilangan sosok pemimpin sejati. Bagaimana kah idealnya pemimpin sejati itu? Nah, note ini mungkin akan menjawab pertanyaan normatif ini.

**

#JurusGundul-gundulPacul

Masih ingat lagu "Gundul-gundul Pacul"?
"Gundul gundul pacul-cul, gembelengan.
Nyunggi nyunggi wakul-kul, gembelengan.
Wakul ngglimpang segane dadi sak latar...

Tembang Jawa ini konon diciptakan tahun 1400-an oleh Sunan Kalijaga dan teman-temannya yang masih remaja dan mempunyai arti filosofis yg dalam dan sangat mulia.

Gundul: adalah kepala plonthos  tanpa rambut. Kepala adalah lambang kehormatan, kemuliaan seseorang. Rambut adalah mahkota lambang keindahan kepala. Maka gundul artinya kehormatan yang tanpa mahkota.

Sedangkan pacul: adalah cangkul yaitu alat petani yang terbuat dari lempeng besi segi empat.  Pacul: adalah lambang kawula rendah yang kebanyakan adalah petani.

Gundul pacul artinya: bahwa seorang pemimpin sesungguhnya bukan orang yang diberi mahkota tetapi dia adalah pembawa pacul untuk mencangkul, mengupayakan kesejahteraan bagi rakyatnya.

Orang Jawa mengatakan pacul adalah papat kang ucul (empat yang lepas).

 Artinya bahwa: kemuliaan seseorang akan sangat tergantung 4 hal, yaitu: bagaimana menggunakan mata, hidung, telinga dan mulutnya.

1. Mata digunakan untuk melihat kesulitan rakyat.

2.Telinga digunakan untuk mendengar nasehat.

3. Hidung digunakan untuk mencium wewangian kebaikan.

4. Mulut digunakan untuk berkata-kata yang adil.

Jika empat hal itu lepas, maka lepaslah kehormatannya.

Gembelengan artinya: besar kepala, sombong dan bermain-main dalam menggunakan kehormatannya.

?GUNDUL2 PACUL CUL artinya orang yang dikepalanya sdh kehilangan 4 indera tersebut yang mengakibatkan sikap berubah jadi GEMBELENGAN (= congkak). NYUNGGI2 WAKUL KUL (menjunjung amanah rakyat) selalu sambil GEMBELENGAN (= sombong hati), akhirnya WAKUL NGGLIMPANG (amanah jatuh gak bisa dipertahankan) SEGANE DADI SAK LATAR (berantakan sia2, tak bisa bermanfaat bagi kesejahteraan rakyat).

Note ini bisa dibaca di sini

**
Note di atas menyebutkan bahwa tembang ini adalah ciptaan Sunan Kalijaga pada sekitar tahun 1400-an. Dan di beberapa situs hasil selancar saya, tembang ini diciptakan oleh seseorang bernama R.C. Hardjosubroto. Dari namanya, sudah bisa dipastikan beliau adalah orang Jawa. Jadi ada dua versi tentang siapa pencipta tembang ini. Tak perlu diperdebatkan mana yang benar dari keduanya, lebih baik kita pelajari makna lirik dari tembang ini.

Belakangan kita digalaukan oleh sikap anggota dewan terhormat yang beberapa kali mengecewakan rakyat. Rakyat, yang seharusnya mereka wakili aspirasi dan kepentingannya. Rakyat, yang seharusnya menjadi suara Tuhan. Kenaikan gaji, anggaran mobil baru, laptop baru, studi banding ke luar negeri, dan yang terakhir adalah rencana pembangunan gedung baru DPR senilai lebih dari Rp 1 T.

Pun saya sedang tidak ingin mendebat lagi rencana ini. Sudah banyak orang yang membicarakannya, bisa ditemui dimana saja orang-orang yang membicarakannya. Mulai dari TV, internet, koran, sampai warung angkringan, tak luput dari tema gedung baru ini.

Saya lebih ingin membicarakan tentang matinya indera para wakil rakyat yang terhormat. Tak lagi bisa melihat rakyatnya yang bersyukur masih bisa menyantap nasi aking, tak mendengar jutaan nasehat dari orang lain di luar, hidung yang tak terlatih mencium hal-hal baik, mulut yang kadang berkata tak adil sampai menyakiti pendengarnya, dan kulitnya lupa betapa kasar dan terjalnya penderitaan.

Sudah mati kelima panca inderanya, mati pula batinnya. Mati rasa pada perasaan orang lain hingga hilang ilmu empati di dalam dirinya. Jadilah sesosok makhluk tanpa indera dan hati. Naudzubillah..

Sebaiknya saya cukupkan kritik-kritik ini dan memulai otokritik. Sudahkah saya mengoptimalkan seluruh indera kepunyaan saya? Mungkin fungsinya telah maksimal, secara fisik saya alhamdulillah tak berkekurangan dan sangat mensyukurinya. Semuanya berfungsi sesuai tugasnya, mata saya melihat, telinga pun mendengar semua bunyi, hidung mampu mencium bau-bau, mulut dan lidah yang bisa berkata, dan peraba saya pun bisa menyentuh dengan baik. Sempurnakah? Saya jawab tidak.


Tidak, karena batin masih mudah terbang dan jatuh tak stabil. Kadang lupa bersyukur, terjebak iri, didera benci, dan meringkuk malas. Batin ini rasanya masih terus saja belajar dan siap diuji. Dan saya pun menyimpulkan tali-tali kusut ini dengan menguatkan batin dan hati dengan iman.

Apalagi di saat-saat sekarang di mana akal dan ilmu pengetahuan mulai menjadi kiblat kehidupan. Kemajuan peradaban diukur terbatas dari kemajuan teknologi hasil olah akal pikir manusia.

Adapun pendefinisian akal seorang ahli hadist

Syaikh Al Albani berkata,

“Akal menurut asal bahasa adalah At Tarbiyyah yaitu sesuatu yang mengekang dan mengikatnya agar tidak lari kekanan dan kekiri. Dan tidak mungkin bagi orang yang berakal tersebut tidak lari ke kanan dan kiri kecuali jika dia mengikuti kitab dan sunnah dan mengikat dirinya dengan pemahaman salaf.


Pengkultusan kepada akal jadi sumber kemudhorotan. Kenapa? Karena akal tak jarang melupakan peran hati dan batinnya. Karena akal kadang mengesampingkan hal-hal yang tak terjangkau oleh indera. Padahal akal yang seharusnya menjadi penyempurna manusia sebagai makhluk Tuhan malah menjadi ranjau karena menolak hal-hal yang jauh lebih tinggi dari jangkauan pikiran manusia.

Mendewakan akal beginilah yang kadang menyamarkan kontribusi batin dalam berkehidupan. Batinlah yang akan membawa pada iman. Iman yang yang membawa kita pada Tuhan dan membawa kita pada hakekat seorang manusia yang bukan apa-apa tanpa Tuhan.



Sekedar menutup, izinkan saya mengutip seucap doa, Ya Allah Ya Tuhan Semesta Alam dan Isinya. Sang pemilik fisik dan jiwa seluruh umatnya. Berkahilah indera saya. Tuntunlah indera dan akal saya di jalan tertinggimu. Perkayalah batin saya dengan iman dan taqwa. Supaya akal dan indera saya bergerak atas dasar batin yang beriman dan bertawa. Amin.

Senin, 04 April 2011

Kau di Dalam Ruang Penantianku

kau..
ya, kau..jangan menoleh pada siapapun. kau lah yang kumaksud.
luang kah waktu mu?
sebentar saja, ini akan berakhir sebelum kau menyadarinya..
bisa kah kita bicara?
bicara tentang triliunan detik yang kau beri pada dunia, dan miliaran detik sisanya yang kau bagi padaku.

kau..
tariklah sebuah senyum, hingga siapapun akan diam menikmatimu..
biar apapun di alam ini merenungkan dirimu.

kau..aku tak mengenalmu. aku hanya terikat pada sebuah senyum dan sebagian sisa waktu yang kau bagi padaku.
kau dan aku hanya sedang belajar saling menerjemahkan waktu.
kau, pastikan dirimu nyaman di situ. di luasnya ruang pencarianku
insya Allah

Chat With Sukma

Ini blog biasa, dengan misi sederhana..menulis sajalah. Semoga bermanfaat....=)