Minggu, 25 Desember 2011

Kalau Boleh..

 
 
Tuhan,
ketika aku jatuh...

... kalau boleh, aku ingin menangis sekencang-kencangnya. Begitu kencang, hingga seolah aku menggunakan semua sisa tenaga dan air mata yang kumiliki untuknya.

kalau boleh, aku ingin berlari sejauh-jauhnya..Sejauh mungkin hingga satuan jarak apapun tak akan bisa menghitungnya.

kalau boleh, aku ingin marah sekuat-kuat emosi dan nafsu yang ada di dalam hati. Sekuat mungkin hingga seakan-akan aku marah karena seluruh dunia begitu jahat padaku.

kalau boleh, aku akan menjadi sangat sedih. Begitu sedih hingga sang bahagia pun takut pada kesedihanku.

kalau boleh, aku akan seketika menyerah. Menyerah, hingga bahkan untuk sekedar bermimpi pun aku enggan.

Tapi Tuhan...

Aku mengerti satu hal. Kau tak akan suka kepada aku yang seperti itu.
Lain hal yang aku mengerti adalah, aku sangat sangat dan sangat mencintaiMu..
MencintaiMu adalah segalanya untukku.
Aku begitu mencintaiMu hingga tak sukanya Engkau padaku adalah ketakutan terbesarku.

Dan ditinggalkan olehMu adalah sesuatu yang....menuliskannya pun aku takut.

Catatan usang Sukma, Juni 2011

Jumat, 28 Oktober 2011

Menyentuh Langit Bersama Ibu


Malam sudah larut, tapi Kinan masih belum tampak mengantuk. Gadis kecil 5 tahun itu malah bertanya ini itu tentang dongeng yang ayah ceritakan.

Ayah yang mulai kehabisan cerita akhirnya memanggil ibu.

"Bu.. Kinan masih belum merem juga nih..," keluh ayah sambil mengusap-usap dahi anaknya. Ayah duduk di ranjang memandangi Kinan yang meringis lalu merengek, "Kinan mau dongeng lagi yah,"

"Sama ibu ya Nak, ayah kok rasanya lelah sekali," ayah memandang anaknya dengan pandangan lelah.

"hehe..mata Ayah merah," gadis kecil ini pun mengangguk.

Ibu yang dari tadi berdiri di ujung pintu kamar akhirnya mendekati ranjang kecil anaknya. Ibu duduk di sebelah Kinan lalu memijit pelan kaki gadis kecilnya yang sedang manja itu, lalu berkata pada ayah, "Istirahatlah yah.."

Si ayah mengangguk, mengecup mata mungil Kinan, lalu sebentar diusap lembut kepala istrinya dan kemudian ayah keluar dari kamar.

Kinan tersenyum manja pada ibunya.
"Ibu, punya dongeng baru?" ia bertanya penuh harap sambil memeluk guling kesayangannya.

"Kita ngobrol dengan langit saja yuk," kata ibu sambil membuka jendela yang ada persisi di sisi ranjang.

Kinan bingung, tapi mengangguk.

Ibu menyibakkan tirai jendela lebih lebar agar langit bisa terlihat luas. Lalu ia merebahkan tubuhnya di sebelah sang anak yang langsung merapatkan tubuh kecilnya ke tubuhnya. Dipeluknya Kinan dari belakang. Kini keduanya melihat langit malam yang berbulan sabit dan penuh bertabur bintang.


"Lihatlah Nak, betapa bulan dan bintang terlihat sangat indah dari sini," ibu menatap langit sambil terus mengusap lembut lengan Kinan.

Kinan menoleh cepat ke wajah ibu, lalu mengikuti arah pandangan ibu ke langit. "Iya bu..indah..," gadis kecil itu pun mengangkat tangannya seperti ingin menggapai benda-benda langit yg terlihat.
"Tapi kenapa mereka sangat jauh Bu, Kinan tak bisa pegang..Kinan ingin pegang mereka Bu."

Ibu tersenyum. "Iya, mereka jauh Nak..harus belajar yang rajin dulu, lalu jadi astronot, biar nanti Kinan cantik bisa terbang ke bulan."

"Kalau mau bertemu bulan harus jadi astronot ya, Bu? Tita-cita Kinan kan ingin jadi guru," tangan Kinan masih menggapai-gapai bintang.

Ibu tersenyum dan berkata, "Sekarang pun Kinan bisa memegang mereka."
Ibu lalu ikut mengulurkan tangannya ke atas lalu menekuk jemarinya mengikuti bentuk bulan sabit.
"Nah, ibu sudah memegang bulan sabitnya. Ke sini, mana tangan Kinan?"


Ibu menyesuaikan sudut pandangnya dengan sudut pandang si anak. Setelah merasa sudut pandangnya sama, ibu menuntun tangan mungil anaknya ke tangannya yang telah memegang bulan sabit.
"Lihat, Kinan sekarang sudah memegang bulan sabit," bisik ibu.

Sambil menahan tangannya di bulan sabit, Kinan menoleh sebentar pada ibu dan tersenyum lebar.

"Iya Bu, sudah Kinan pegang!" Kinan menjejakkan kaki saking senangnya.

Ibu pelan-pelan menarik tangan buah hatinya dari bulan sabit kembali ke dekapannya.

Sambil memeluk tubuh kecil Kinan, ibu berkata pelan setengah berbisik ke telinga anaknya.

"Nak, kau bisa merasakan keindahan bulan dan bintang dari sini. Kau bahkan tak perlu menyentuh mereka untuk bisa merasakan keindahannya. Mereka jauh, tapi keindahannya begitu kuat sehingga bisa menjangkau Kinan, di mana pun Kinan berada."

"Seperti ayah dan ibu yang tak mungkin bisa bersama Kinan selamanya. Tapi kasih sayang kami begitu kuat, sehingga walaupun tak bisa bersentuhan, cinta kami akan menjangkaumu, Nak. Di mana pun Kinan berada."

Kinan menoleh ke ibunya dengan wajah penuh tanya.


Ibu memandang mata anak semata wayangnya lekat-lekat dan menangkap kebingungan si anak.
"Doa Nak, doa lah yang akan mengantarkan cinta ke mana pun dan kepada siapa pun."



"He em," Kinan mengangguk kuat.

Tangan kecilnya menengadah lalu terlantun, "Rabbighfir lii waliwaa lidayya warhamhumaa kamaa rabbayaanii shaghiiraa..amiiin..."
(red. Ya Tuhanku.. Ampunilah aku, ibu ayahku dan kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mengasihi aku saat kecil)

Ibu pun merengkuh tubuh kecil Kinan, lalu berbisik dalam hati, "soleh dan doamu lah Nak, yang akan mengantarkan ibu dan ayah kepada keindahan hakiki."


*dalam rangka bersyukur menjadi anakmu, Mah..Tah..*

Selasa, 23 Agustus 2011

Mbul, Ratu Romut Tak Secantik Ibu...


Setelah menyandarkan sepeda mininya di garasi, Rindu masuk rumah. Dengan ransel merah di bahu, tangan kanan Rindu menenteng kotak bekalnya yang telah kosong.

Siang ini Rindu ingin cepat bertemu Gembul. Gembul, boneka beruang cokelat yang sudah lusuh. Bulunya sudah tak sehalus dulu. Bahkan bulu di beberapa bagian tubuhnya sudah botak.

Walau begitu, Rindu sangat sayang pada Gembul. Tak peduli kini Gembul tak selucu dan semanis dulu. Rindu tetap lebih memilih Gembul sebagai pendengar cerita-ceritanya tiap pulang sekolah.

Gembul sangat pendiam. Beruang kecil itu tak akan menyela Rindu ketika asyik bercerita. Gembul juga tak akan protes kalau cerita Rindu mulai tak masuk akal. Selain itu, Gembul nyaman dipeluk. Badan gendut yang kini baunya sama dengan bau badan Rindu, membuat gadis kecil itu tak bisa jauh darinya.

Ajakan main oleh segerombolan teman ditolak Rindu. Siang ini Rindu punya banyak cerita tentang kerajaan Romut di belakang sekolah. Sebelum lupa, Rindu harus cepat-cepat bertemui Gembul dan menceritakan semuanya.

"Mbul, tadi siang kerajaan Romut berhasil membangun menara kastil baru. Ada empat jendela dan dua pintu besar. Pasti prajurit Romut lelah sekali hari ini..," Rindu memulai ceritanya sambil menaruh Gembul di pangkuannya.

"Pasukan Romut tadi mengisi menara itu dengan banyak makanan. Barisan mereka semakin rapi. Sepertinya mereka rajin berlatih. hehe...," tangan Rindu tak berhenti mengelus kepala Gembul.

"Dan tau kah kau Mbul, Sang Ratu tadi mengundangku masuk ke menara barunya untuk makan siang bersama seluruh pasukannya. Tapi Rindu bilang, Rindu sudah bawa bekal masakan ibu dari rumah. Rindu makan di sini saja..yang penting tetap makan sama-sama..Jadi, tadi Rindu makan siang bersama pasukan Romut, Mbuul...," Rindu menaikkan nada suaranya karena senang.

Gembul masih diam. Bibir cokelatnya membentuk senyum yang sama. Tapi mata Rindu menangkap ada tarikan lebih di sana.. "ah Gembuul..kau senang dengan ceritaku yaa? tapi Rindu mengantuk..," Rindu merebahkan badan sambil tetap memeluk Gembul.

"Mbul..Rindu kangen Ibu..Semoga sepulang kerja nanti ibu tidak terlalu lelah ya..Rindu ingin Ibu tau tadi Rindu makan siang di kerajaan Romut..Rindu juga ingin ibu tahu kalau Ratu Romut sangat cantik..tapi tak secantik ibu..,"

Tak lama, Rindu terlelap dengan simpul senyum samar.

Jumat, 19 Agustus 2011

Gandeng Aku, Kak...!!




Masih sama seperti pagi kemarin, aku dan kakak berjalan kaki berangkat ke sekolah. Aku kelas 1 dan kakak kelas 4 di sekolah dasar yang sama. Kakak menggandengku sepanjang jalan, digenggamnya dengan erat tanganku seperti takut akan terlepas.

Aku memang tidak bisa kalau hanya berjalan begitu saja. Sesekali harus melompat, entah melompati lubang di jalan atau melompat untuk memetik bunga yang lebih tinggi dari tinggi badanku. Sesekali harus berlari, entah mengejar kupu-kupu, atau sekedar minta dikejar kakak.

"Jaga baik-baik adikmu Wulan, jangan sampai Lintang jatuh lagi," pesan ibu saat kami berpamitan ke sekolah pagi tadi. Pesan itu sepertinya yang membuat kakakku menggenggam tanganku lebih erat dari biasanya. Tangan kami yang bertautan sepanjang jalan mulai basah oleh keringat. Padahal perjalanan masih jauh.

Aku yang mulai tak nyaman mulai protes. "Lepaskan kak! capek digandeng terus, aku janji tidak akan jatuh..," aku merajuk sambil menarik tanganku.

Kakak hanya diam saja, sambil terus menahan genggamannya.
"Kak......!," aku mulai marah. Luka di lututku yang belum kering sesekali masih perih kalau tersenggol rok sekolah. Membuatku berjalan dengan cara yang aneh.

"Kenapa Lintang begitu jalannya, Lan?" teriak tetanggaku dari dalam warungnya yang kami lewati.
"Lututnya bopeng, Mak. Kemarin jatuh tersandung batu," kakakku tak kalah kencang berteriak.

"Kak..Lintang janji tidak akan lari..lepaskan kak," aku masih merajuk, kali ini tanpa menarik tangan. Kakak masih diam saja tak menggubrisku. Kakak malah menggoyang-goyangkan tangan kami ke depan dan ke belakang sambil bernyanyi-nyanyi kecil.

Sambil terus cemberut, aku pasrah digandeng kakak sampai tiba di sekolah. Begitu kami berdua masuk pagar sekolah, sekuat tenaga kutarik tangan kananku yang mulai licin karena keringat. Kakakku yang tak siap tak bisa menahan genggamannya lagi. Setelah lepas, aku melompat girang dan berlari kencang ke arah kelas.

"Dadaah kak....nanti Lintang pulang sendiri saja. Lintang tidak mau digandeng kakak lagi...Capek!" teriakku sambil berlari makin kencang, dan "Brukkk!"
Aku terjerembab di tengah lapangan sekolah. Aku terngkurap tepat di genangan air sisa hujan semalam. Badanku penuh lumpur, wajahku perih.

"Kakaaak.......!huwaaa....sakiiiiitt....!" tangisku seketika. Kakakku langsung berlari menghampiriku. Masih tak berkata apa-apa, dia terburu-buru membersihkan wajahku dari lumpur dengan saputangannya. Kakak masih diam, dan aku menangis semakin kencang.

Diangkatnya badan kecilku yang kotor oleh lumpur. Kakak menggendongku di punggungnya. Bajunya pun kotor karena lumpur di bajuku.
Aku masih menangis..Lalu tiba-tiba kakak menarik tanganku yang menggelayut di lehernya, dan mencium tanganku dengan lembut. "Sudah..cup...Maafkan kakak, lain kali kakak akan lebih kuat menggandengmu, Lintang,"

Tangisku sempat terhenti, lalu pecah lagi. "Kakak....maafkan Lintang....," teriakku, sambil memeluk lehernya. Kakak hanya mengangguk kecil dan berjalan keluar gerbang sekolah. Kami pulang.

Senin, 15 Agustus 2011

Merindu Adzan #Cerita Sumba3



Sumba, Desember 2009

Alarm ponsel berdering kencang membungkam sepinya pagi. Deringnya sombong membangunkan siapa saja yang ada di dekatnya. Saya, si empunya ponsel pun reflek menekan tombol off.
Dalam hati : "oke pagi..saya bangun..."

Dan seperti biasa, tak ada lagi suara adzan yang lantang menyambut pagi. Hanya alarm saya, dan beberapa teman lain yang bersahutan membangunkan tuannya masing-masing. Di kamar ini, masih dengan kami bertiga. Saya, seorang teman muslim, dan seorang teman Kristen dari Kupang. Dan berhubung saya spesialis begadang, kadang si teman tak tega membangunkan saya yang tidur lelap di sisi laptop dan tumpukan data.

Subuh..kami sambut dengan guyuran air wudlu yang sudah kami siapkan semalam. Setiap malam sebelum tidur, yang terakhir kami siapkan adalah persediaan air bersih dalam botol minuman mineral ukuran 1,5 liter untuk wudlu esok paginya.

Tuhan..ini maksimal air yang bisa kami miliki pagi ini. Dengan namaMu ya Allah, kami pun menuangkan sedikit demi sedikit air dari botol. Sehati-hati mungkin, agar tak ada aliran air yang terbuang sia-sia.

Begitu seterusnya yang kami alami selama kira-kira 3 pekan di awal. Bersyukurlah saya lebih banyak tinggal di basecamp, sehingga saya bisa menyediakan air wudlu dengan lebih mudah. Sedangkan teman-teman enumerator yang terjun ke lapangan, dipastikan akan mendapat tantangan yang lebih berat untuk tetap mendirikan solat 5 waktunya.

Selain kondisi air yang sangat terbatas, hilangnya suara adzan dari telinga kami sungguh berhasil mengeringkan sebagian dari diri kami. Makin sempurna kekeringan kami saat Idul Adha kami lewati di desa pedalaman. Sama sekali tanpa gegap takbir seperti biasa. Saya dan teman sekamar pun merasa cukup dengan bertakbir sayup di dalam kamar, hanya kami berdua. Solat ied yang juga terlewatkan melengkapi sepi kami. Sungguh kering rasanya.

Di pekan-pekan terakhir barulah kami memasuki kecamatan yang lebih dekat dengan kota. Kecamatan Umalulu. Walau tetap menjadi minoritas, kami menemukan sebuah masjid megah di tengah komplek sekolah madrasah. Di depan masjid, berjejer rumah dinas guru dan karyawan, yang sebagian besar dari mereka adalah pendatang.
Setelah hampir sebulan kami hidup tanpa masjid dan adzan, saya dan teman sekamar kadang menunggu adzan di masjid. Walaupun di basecamp ada kamar mandi dan cukup air, kami sengaja memilih mandi di kamar mandi masjid. Setelah mandi kami duduk diam di masjid. Menikmati rumah Tuhan yang berhasil menyejukkan keringnya sebagian diri kami.
Setelah tiga pekan kami bergantung pada jam ponsel sebagai penunjuk waktu solat. Akhirnya kami kembali mendengar 'panggilan' yang lantang diserukan sang muadzin. Tak jarang kami pun sengaja datang ke masjid lebih awal untuk menunggu 'dipanggil'.

Bandingkan ketika di rumah. Adzan terkumandangkan dari segala penjuru. Menyerukan panggilanNya untuk seluruh hamba di muka bumi. Merasa terpanggil kah?

Bahkan diakui atau tidak, kadang adzan seolah hanya menjadi penunjuk waktu. Tak lebih hanya sebagai tanda pergantian waktu. Tak ada rasa terpanggil untuk menghadapNya lagi ketika mendengarnya. Inilah rindu kami. Rindu para makhluk Tuhan, yang begitu lahir kami diperdengarkan adzan, lalu nanti di liang kubur pun kami dilepas dengan kumandang adzan.

Rindu memang akan datang ketika ada menjadi hilang. Semoga ini bukan rindu yang sia-sia. Kami akan mengingat rindu ini agar tak lagi menafikkan nikmat..
Alhamdulillah :)

Sabtu, 13 Agustus 2011

Blocknote dan Pak Raden



Mari membicarakan uang :)
Sejak beberapa bulan lalu saya sangat terinspirasi dengan sebuah serial Jepang berjudul Ketsuekigatabetsu Onna ga Kekkon Suru Hoho. Serial ini bercerita tentang 4 perempuan yang masing-masing berbeda golongan darahnya. Saya terinspirasi pada salah satu karakter bernama Sachie yang bergolongan darah A. Sachie sangat teliti dengan urusan keuangannya setiap hari. Oke, golongan darah saya AB. Tapi tak ada salah kan menjiplak yang menurut saya lebih baik. Sekalian sebagai pembuktian, tak hanya perempuan A yang bisa rapi. Setidaknya berusaha rapi :D
Setiap pulang kerja, Sachie duduk rapi di meja kamarnya, mencatat detail setiap pemasukan dan pengeluaran hari itu. Tak ketinggalan uang di dompet ia keluarkan, hitung, dan ditata rapi di atas meja. Buku tabungannya pun konsisten terisi setiap bulan. Manis sekali :)

Cerita dua, mamahku. Beliau punya buku bersampul motif batik lusuh yang sudah edisi jilid ke berapa belas, saya tidak tau. Mamah mencatat setiap pemasukan dan pembelian, setiap hari. Isinya? belanja bayam, tempe, uang saku mega..sampai parkir! mamahku memang yoi :)

Cerita tiga, ibu seorang teman. Beliau ternyata juga memiliki kebiasaan yang sama dengan mamah. Mencatat semua pemasukan dan pengeluaran setiap hari. Menurut cerita teman, ibunya tiap malam di kamar akan berkutat dengan catatan keuangannya. Ternyata ini memang sudah menjadi ritual para ibu rumah tangga. :)

Cerita tiga, tentang seorang teman yang jadi counter pulsa berjalan. Seperti yang kita tau, bisnis ini adalah bisnis yang hampir dipastikan punya daftar piutang terpanjang. Pembeli tinggal sms minta kirim pulsa, bayarnya entah kapan. Semoga Allah membalas kebaikan para penjual pulsa ini dengan berlipat kebaikan pula :) Si teman punya buku keuangan yang rapi. Saya sampai takjub dengan perinciannya. Dia juga bercerita, uang hasil jual pulsa dianggapnya bukan miliknya. Kalau memang suatu saat dia butuh, dia akan ambil. Tapi statusnya pinjam, dan dia harus mengembalikannya. Saluut :D

Cerita empat, saya bersama dua orang teman kebetulan punya bisnis kecil-kecilan setahun terakhir ini. Tetek bengek keuangan diurusi oleh seorang teman yang memang terpilih karena dia yang paling teliti dari kami bertiga. Apapun dicatat olehnya. Pertanyaan apapun tentang kondisi jualan kita bisa dijawabnya dengan rinci. Dia mencatat apapun :)

Kesimpulannya, mencatat keuangan setiap hari itu penting. Apalagi perempuan. Kenapa? Diakui atau tidak perempuan kan memang lebih banyak jenis belanjaannya. Kadang susah membedakan kebutuhan dan keinginan. Relatif memang, tapi saya yakin kebanyakan perempuan seperti ini.

Seorang teman yang kini sedang merantau pernah berkata pada saya, belilah apa yang kamu butuhkan. Saya yang saat itu ada di minimarket bersama si teman untuk beli oleh-oleh, sampai berpikir keras akan beli apa yang sekiranya benar-benar dibutuhkan. Kami akhirnya beli sembako :D

Dan saya sekarang? blocknote pinkjreng (pink ngejreng) sudah setengah isinya. Kenapa pink? asumsinya, pink itu kesannya ceria. Ngejreng, supaya saya tidak pusing dengan angka-angka dan tetap melek. Jadi, mari mencatat keuangan kita setiap hari dengan ceria. Tak ketinggalan celengan pak raden yang duduk manis di pojok meja belajar. Dia setia menunggu sisa uang jajan saya setiap harinya. Menabung di celengan mungkin kuno, tapi eksotis dong. hehehe...

\(^.^)/

Jumat, 12 Agustus 2011

Anak Sekolah Vs Sapi #Cerita Sumba2


Sumba masih panas menyengat seperti hari-hari sebelumnya. Saat melewati sebuah gedung SD, segerombolan anak beramai-ramai memanggilku 'Ibu Islam! Ibu Islam!'. Seketika saya bangga dengan jilbab ini :). Panggilan polos itu hanya mampu saya jawab dengan senyum dan lambaian tangan, balas menyapa. Mengagetkan, mereka berdatangan menyalamiku sambil berucap 'Assalamu'alaykum' dengan logat lucu, malu-malu.

Saya pun menyalami satu persatu anak-anak itu sambil sesekali mengelus rambut merah keriting mereka. Mereka memang anak desa tanpa listrik, lahir dan hidup di Provinsi termisikin di Republik ini. Tapi senyum mereka sama tulusnya dengan senyum anak kecil di manapun. Dengan seragam lusuh, bertelanjang kaki, dan menenteng tas kresek berisi beberapa buku sekolah, mereka berteriak-teriak berdesakan menghampiri saya. Saya pun jatuh cinta lagi :)

Setelah puas berbagi beberapa permen yang ada di tas, saya berpamitan untuk melanjutkan perjalanan siang itu. Senyum lebar mereka rasanya lengkap ketika mereka berteriak 'Assalamu'alaykum Ibu Sukma Islam'. hehehe...Saya semakin jatuh cinta sedalam-dalamnya.

Hari itu, target responden saya adalah sebuah rumah tangga yang memiliki 8 orang anak usia sekolah. Keluarga ini adalah keluarga terpandang di kecamatan Kahaungu Eti, Sumba Timur. Keluarga ini memiliki jumlah ternak yang luar biasa banyaknya, ada sekitar 300 sapi dan 200 kuda yang mereka urus setiap harinya

Hewan ternak sebanyak itu memang bukan ternak konsumsi. Sapi, kerbau, dan kuda di Sumba menjadi investasi adat yang juga menjadi prestise untuk pemiliknya.

Setelah berkenalan dengan mama pemilik rumah, saya disuguh sirih pinang dan kopi pekat yang masih mengepul. Sampai pada sang mama bercerita, anaknya ada 8 orang. Anak tertuanya usia SMP yang sudah putus sekolah sejak lulus SD. Begitu juga dengan seorang adiknya. Sedangkan 4 anak lainnya sekarang duduk di bangku SD, 2 lainnya masih belum sekolah.

Saya : "kenapa adik-adik tidak melanjutkan sekolah ma? bukankah sekarang SMP pun sudah gratis?"

Mama : "iya, mereka sampai menangis minta masuk SMP. Tapi, kalau anak saya semuanya sekolah, siapa yang urus sapi dan kuda?"

Saya : *terdiam mencoba mengerti, lalu melanjutkan pendataan.

Di Sumba, setiap upacara adat mulai dari perkawinan dan kematian, ada ratusan ekor ternak yang harus disediakan oleh sang punya gawe. Untuk setiap upacara yang diadakan warga, minimal ada 100 ekor sapi dan puluhan kuda untuk jadi syaratnya. Jika syarat belum terpenuhi jumlahnya, upacara adat pun tak akan digelar. Pemuda yang ingin menikah harus lebih bersabar, atau bisa dengan jalan menyicil. Sedangkan jenazah pun harus disimpan dulu, menunggu keluarga mampu menyediakan semua syarat itu.

Kebutuhan adat yang begini besar ternyata menjadi batasan untuk hak pendidikan anak-anak di sana. Para orang tua pun lebih takut tidak bisa menyediakan kebutuhan adatnya daripada anaknya tak sekolah. Sebagian besar masih seperti itu. Semakmur-makmurnya keluarga di Sumba, mainstreamnya masih sama. Sudah bisa baca, tulis dan berhitung, itu sudah cukup.

Pulang dari rumah mama, saya berjalan kaki dan sekali lagi melewati SD yang tadi. Kini sekolah telah sepi ditinggal pulang murid-muridnya.

Saya yakin, semua anak-anak lucu tadi pasti lebih ingin duduk belajar di sekolah daripada menunggu sapi-sapi makan rumput. Saya pun yakin, mereka pasti lebih memilih berseragam putih biru daripada bertelanjang dada sambil memecut ratusan hewan ternak. Tapi ketika mereka dihadapkan pada satu-satunya jalan, menjadi penggembala, mereka pun tak memusuhi si sapi. Mereka akan memastikan sapi-sapinya kenyang sebelum masuk kandang sore nanti.

Perjalanan sore tak begitu terik lagi. Jalanan desa saya susuri sambil sesekali mengarahkan kamera ponsel ke bentangan jalan di depan mata. Sesampai di rumah yang menjadi basecamp kami, saya pun mengirim sms pada mamah di rumah.  "Mah..alhamdulillah yaa.. sayang mamaah :)"

Mamah : "kangen yo nduk?"

dalam hati : "sukma, mulai sekarang juga hentikan keluhan tentang apapun"

Kamis, 04 Agustus 2011

Sukma Hari Ini



I've seen the best , I've seen the worst...

Tiga hari terakhir ini mendung. Seharian. Kadang sengaja menunggu hujan, biar bau tanahnya bisa menyegarkanku. Tak peduli pada dinginnya, atau pada basahnya. Aku hanya ingin bau tanah.


Seseorang mengatakan mendungnya muram, dia tak suka. Kenapa harus mendung di pagi hari? di saat semua orang butuh energi dan semangat. Di pagi, di saat semua orang memulai segalanya bahkan harapannya.

Mungkin karena semua orang telah terbiasa dengan cerah. Telah lupa bagaimana cara menikmati mendung. Mungkin sudah hilang ingatannya tentang tenang yang diciptakan mendung. Tentang sejuk yang ditawarkan mendung.


Kupikir ini keseimbangan yang pasti dan harus terjadi. Mendung harus ada karena ada cerah. Seperti keajaiban yang harus ada karena kita percaya.

Tentang sukma yang ada di dalam mendung, tetap memilih untuk bahagia ;)

Rabu, 03 Agustus 2011

Selamat Datang di Sumba yang Ajeb-ajeb



Dua tahun lalu, tepatnya bulan Desember 2009 saya mendapat kesempatan untuk menjadi salah satu anggota tim survey salah satu pusat studi di kampus saya. Survey ini fokus pada fasilitas pendidikan dan kesehatan di wilayah tengah Indonesia. Wilayah jajahan kami adalah Sumba Timur, Pulau Sumba, Nusa Tenggara Timur. Saya memang punya ekspektasi yang besar untuk perjalanan ini. Terlepas dari antusiasme untuk hengkangnya saya pertama kali dari Pulau Jawa. Yang ada dibayangan adalah alam perawan yang sengaja sudah saya lihat di internet beberapa hari sebelum berangkat.

Perjalanan dimulai dari Jogja-Surabaya-Kupang-Waingapu (Ibukota Kabupaten Sumba Timur). Ketika sampai di Bandar Udara Mau Hau, Waingapu, yang terlihat adalah landasan yang mungkin untuk perhitungan kasar saya, maksimal hanya 2 pesawat yang bisa parkir di situ. Bangunan bandaranya? tak lebih besar dari kantor kelurahan desa saya. Jangan harap anda akan menemukan rel bagasi. Kami setim harus berebut tas ransel kami yang dilempar-lempar begitu saja oleh para petugas bandara dari sebuah lubang yang terhubung dengan bagian luar gedung. Jadi jangan lengah, atau bersiaplah jadi sasaran mendaratnya tas dan koper-koper penumpang lainnya.

Terik panas menyengat dan kering pun menyambut kami ketika keluar dari gedung bandara yang hanya buka 3 hari seminggu ini. Dan disambutkah kami oleh tawaran para sopir taksi. Bukan taksi mobil sedan seperti yang ada di Jawa. Taksi di sini adalah angkot yang penumpangnya duduk berhadap-hadapan. Lengkap dengan musik ajeb-ajeb (house music) yang volumenya cukup untuk membuat body mobil bergetar-getar. Interior taksi pun sangat 'niat'. Lampu-lampu warna-warni yang berkelap-kelip setia mengikuti hentakan musik, dan juga bunga-bunga plastik yang begitu sempatnya dipasang di setiap sudut atapnya. Dan yang terpenting ada tombol bel di atap mobil bagian tengah. Kalau penumpang di Jawa biasa berteriak 'kiri pak!!' saat akan turun, kalau di Sumba, tinggal tekan tombol itu dan berhentilah pak sopir. Lebih praktis saya pikir, daripada harus berteriak-teriak di antara penumpang lain.

Perjalanan dari bandara ke rumah tinggal sementara kami tidak begitu jauh. Hanya ditempuh hanya dalam waktu 15 menit. Keadaan ekologis kota kecil ini tak jauh berbeda dengan kota-kota kecil di Jawa, pikir saya saat itu. Ini baru perkenalan. Jadi penilaian fisik jadi penilaian awal yang dangkal. Jalanan lengang, sesekali yang lewat adalah motor, mobil-mobil besar, dan taksi-taksi lain yang musik ajebnya terdengar sampai di telinga kami. Berhubung taksi ini kami carter, jadi belum ada kesempatan untuk banyak berinteraksi langsung dengan warga asli. Mau ngobrol?sepertinya juga semacam pekerjaan berat kalau dilakukan di tengah-tengah volume musik yang sedasyat ini.

Di Waingapu kami hanya transit, tujuan pertama kami adalah Kecamatan Pinupahar. Kecamatan ini jadi menjadi lokasi pertama karena waktu itu musim kemarau, pas untuk melakukan perjalanan ke sana. Kenapa?Karena kalau musim hujan tiba, kecamatan Pinupahar tidak bisa diakses lagi. Hal ini terjawab ketika esok harinya kami memulai perjalanan dari Waingapu ke Pinupahar.

Kami menyewa satu truk yang bak belakangnya sudah dimodifikasi agar bisa ditumpangi manusia. Ada bangku-bangku yang dipasang agar penumpang bisa menghadap ke muka dan ada atap yang siap melindungi penumpang dari terik dan hujan. Pada bangkunya pun ada bantalan empuk yang siap menyamankan perjalanan yang diperkirakan akan memakan waktu 7 jam ini. Satu lagi yang tidak bisa lepas di alat transportasi umum apapun di Sumba adalah musik ajeb-ajebnya. Truk angkutan massal ini pun dilengkapi dengan layanan musik ajeb komplit dengan layar LCD yang siap menampilkan video klip-video klip musik terbaru. WOw. Dan karena saya duduk di samping pak sopir, saya jadi tau kalau pak sopir memutar lagu-lagunya dari tancapan flash disk miliknya yang berisi ratusan lagu apa aja ada. Dan tentu semuanya adalah versi remix atau house music. Pastilah ajeb-ajeb.

Perjalanan Waingapu-Pinupahar terbukti memang hampir 7 jam bulat. 7 jam pun terasa begitu cepatnya berlalu. Sepanjang perjalanannya kami disuguhi berbagai pemandangan yang sungguh komplit. Mulai dari hamparan perbukitan savana yang rumputnya mengering, lalu masuk ke semak-semak subur, kemudian truk kami pun masuk ke jalur sungai yang kering. Ini dia jawaban kenapa kecamatan Pinupahar terisolir ketika musim hujan tiba. Karena kelokan sungai inilah satu-satunya jalan yang bisa disusuri untuk bisa mencapai kecamatan tanpa listrik ini.
Roda-roda truk sama sekali tak berhasil meredam goncangan ketika berbenturan dengan batu-batu kali yang besar dan utuh. Satu-persatu penumpang yang duduk di bagian belakang, tumbang lemas karena mual. Saya? saya sudah ambil langkah antisipasi minum obat anti mabuk sebelum berangkat. Jadi saya berhasil tetap menikmati goyangan-goyangan hebat badan truk itu sambil terus mengamati pemandangan di sekitar 'jalan' yang tak biasa ini. Hanya sekali kami berpapasan dengan pengendara motor. Bukan motor trill, hanya motor bebek biasa. Jadi siapa yang hebat di sini. Terbukti truk biasa dan motor bebek biasa pun bisa diajak off road sedasyat ini. Yang hebat tentu saja pengendaranya, bisa mengendalikan kendaraan-kendaraan yang diciptakan untuk berjalan di jalan beraspal, bukan di atas tumpukan batu-batu dengan sangat lihainya. Kesimpulannya, apapun akan jadi luar biasa ketika dipegang oleh tangan yang luar biasa juga.
Truk beberapakali oleng terlalu ke kanan atau ke kiri. Setiap saya berpikir kali ini pasti kami akan terguling jatuh, sang sopir langsung membuktikan kehebatannya dengan berhasil menyeimbangkan badan truk kembali. Begitu seterusnya dan sangat seru.

Perjuangan pak sopir tak main-main. Memainkan gagang kopling dengan segenap tenaga, injak pedal kanan lalu pedal kiri, putar stir ke sana kemari. Sungguh bukan sopir biasa.

Pemandangan terakhir yang ingin saya pamerkan adalah pemandangan pertama sejak kami keluar dari jalur sungai. Awalnya badan truk masuk ke semak-semak subur hijau, menembus juntaian pohon-pohon yang melintang di hadapannya. Dan baaAA...terbentang pantai biru maha dasyat. Pantai biru berkilau itu tidak berpasir sama sekali, dan hamparan bebatuan kali jadi penggantinya. Saya tidak bisa menjelaskan kenapa bisa begitu. Kenapa tidak ada karang atau pasir di pinggiran seperti pantai pada umumnya. Gunung-gunung karang kokoh berdiri di tengah laut menantang ombak-ombak besar yang datang. Truk kami sungguhan berjalan melintasi pinggir pantai, ban truk sekali lagi harus beradu dengan hamparan bebatuan. Dan pak sopir sempat bercerita di tengah usahanya menyeimbangkan kendaraannya. Beliau bercerita, jika malam hari dari atas tebing bisa terlihat lampu-lampu dari Benua tetangga, Australia. Luar biasa. Menulisnya saja membuat saya begitu rindu.

Dan tak jauh dari pantai berbatu kali itu, truk akhirnya berhenti di pinggir jalan. Di depan tanah lapang yang di situ berdiri jejeran gubug-gubug dari jerami. Di situlah pasar tradisional digelar seminggu sekali. Dan diseberangnya adalah kantor kecamatan Pinupahar berdiri. Berhalaman seluas lapangan bola, dengan gapura bambu dengan atap jerami. Bangunan kantor kecamatannya sendiri terdiri dari 2 bangunan becat putih dan beratap seng berkarat. Di antara dua gedung berdiri cantik gubug balai-balai bambu yang juga beratap jerami. Dan di sisi baratnya, berdiri rumah dinas Kepala camat dan aparat desa setempat. Sama, bercat putih dan beratap seng berkarat. Selamat datang di Pinupahar :)

Rabu, 13 Juli 2011

Tak Akan Ada Simetris

Mengerti, paham atau semacamnya seperti sebuah kata klise yang ternyata begitu rumit untuk dijabarkan. Atau lebih tepatnya kujabarkan. Apalagi untuk dipahami. Apalagi ketika ada dua manusia yang sedang berusaha untuk saling mengerti, itu berarti ada dua paham tentang pengertian yang akan bertarung. Jadi begitu rumit, menurutku.

Suatu saat aku bilang, mengertilah aku..di saat bersamaan kamu berkata, kenapa bukan kamu yang mengerti aku. Atau ketika aku ingin dibuat mengerti, tapi kamu merasa tak perlu membuatku mengerti. Kuanggap dia sedang tak peduli denganku..lalu kubilang, kenapa kamu tdk mengerti perasaanku yang ingin dibuat tenang olehmu?

Okey, aku sedang membuat rumit hanya dengan sebuah kata 'pengertian'. Baiklah, akan aku coba menyederhanakannya, cobalah berpikir jika kamu menjadi aku. Atau aku akan berpikir jika menjadi kamu. Seperti itulah pengertian akan terwujud, mungkin seperti itulah awalnya kita bisa saling mengerti, saling menjaga perasaan. Karena kita sama-sama tak ingin sakit dan menyakiti.

Sayangku,aku sepenuhnya sadar bahwa kita berbeda seluruhnya. Mulai dari kita memang perempuan dan lelaki. Punya kromosom yang berbeda, menjadi awal dari segala perbedaan selanjutnya. Lalu latar belakang yang luar biasa berbeda, dan apapun yang membentuk pribadi kita adalah juga perbedaan yang tak bisa dipungkiri. Wajar kalau sudut penglihatan kita tentang sebuah kata ‘pengertian’ menjadi berbeda. Pada akhirnya aku hanya bersyukur dengan seluruh perbedaan ini yang tidak mungkin membuatnya simetris. Simetris mungkin akan hanya akan menjemukan keduanya. Atau hanya akan menimbulkan perang kompetisi karena tak ada beda. Kupikir, seharusnya semua beda ini membuat kita belajar mengerti.

Kini aku mengerti ke mana arah perbedaan ini kau arahkan. Kamu sedang mengajakku untuk simetris, sedangkan aku berada di beberapa langkah di belakangmu. Dan kamu ingin saat ini juga aku menjelma menjadi cerminan pola pikirmu. Aku tak mampu, bukan karena menganggapmu tidak benar. Aku mengagumimu, tapi tak bisa menjelma menjadi persis dirimu. Aku sedang menyelaraskan diriku denganmu. Tapi waktuku sudah habis. Bahkan aku tak sadar waktuku sudah habis, tanpa tanda darimu. Sekali lagi memasrahkan perasaan padamu ini pada-Nya, dan bukan padamu.

Sampai sekarang, masih mensyukurimu, mensyukuri karakter kita masing-masing, mensyukuri usaha kita selama ini untuk beriringan, mensyukuri waktu dan pelajaran berharga denganmu.

*dan kali ini...

Waktu kita masih banyak. Tapi bukan untuk kita habiskan berdua. Kau dengan dirimu, dan aku dengan diriku. Masing-masing

Sabtu, 09 Juli 2011

Memantaskan Diri Untuk Berharap




Harapan

Manusia hidup dengan harapan, atau kadang harapan itulah yang memberi kekuatan pada manusia untuk bisa terus hidup. Jika sudah hilang harapan dari hidup seseorang, saya pastikan hidupnya hanya berjalan seperti robot. Mengalir begitu saja, tanpa ia tau apa yang dia ingin raih. Pastilah rasanya kosong tak bermakna.
Dan ketika harus merinci harapan-harapan apa saja yang kita miliki, kalau tidak terlalu depresi sehingga kita masih bisa berharap, pastilah ada segunung harapan dan cita-cita yang siap kita usahakan. Atau setidaknya yang bisa kita curahkan pada Allah, karena memang Allah lah pemberi keputusan akhir.

Misalnya kita berharap memiliki pekerjaan yang sesuai dengan keinginan, sekolah di tempat yang diidamkan, menikah dengan orang yang tepat dan mencintai kita karena Allah, memiliki anak-anak yang lucu dan sholeh, memiliki banyak teman yang tulus dan baik hati, memiliki tetangga yang mendamaikan, dan masih ada berapa saya tak tau yang bisa kita harapkan.

Sekarang pertanyaannya, pantaskah kita mengharapkan itu semua?
Sudah kah kita berdedikasi pada setiap pekerjaan (sekecil apapun) yang sekarang sedang kita lakukan, sehingga kita pantas mendapat pekerjaan yang lebih hebat dan otomatis ada tanggung jawab dan tuntutan-tuntutan lain yang lebih besar padanya?

Sudah amanah kah kita terhadap ilmu-ilmu yang kita peroleh selama ini, sehingga kita pantas mendapat ilmu yang lebih tinggi lagi? Dimana ilmu yang lebih tinggi pasti berbanding lurus dengan amanah yang sandarkan pada kita, seberapa besar kita bisa memanfaatkan ilmu itu untuk kebaikan, dan menjadikan ilmu itu sebagai berkah.

Sudah baik dan bertaqwa kah kita, sehingga berani mengharapkan kehadiran orang baik dan mencintai kita hanya karena Allah untuk menjadi teman berbagi kehidupan dunia akhirat kita kelak?

Sudah sholeh kah kita, sehingga kita berani berharap memiliki anak-anak yang sholeh lahir dari diri kita?

Sudah kah kita menjadi seorang teman yang baik, tulus, dan tak bergunjing, sehingga kita pantas memiliki teman yang baik dan tulus pula kepada kita?

Sudah kah kita menjadi tetangga yang baik bagi pemiliki rumah sebelah, sehingga mereka damai hidup berdampingan dengan kita, sehingga kita pantas berharap tetangga kita pun bersikap baik pada kita?

Sudah pantaskah kita?

Manusia memang memiliki kecenderungan cepat puas dengan apa yang dia berikan (usahakan), tapi tak pernah puas dengan apa yang dia terima. Akhirnya, kita pun terjebak pada kufur nikmat yang hanya merugikan. Kita sering terlalu sibuk menuntut orang lain bahkan kadang dengan sombongnya kita menuntut Allah, tapi kita selalu lupa menuntut diri sendiri.

Mungkin benar adanya pepatah semut di seberang lautan tampak, tapi gajah di pelupuk mata tak tampak. Pastilah, karena gajah itu adalah diri kita sendiri, tanpa cermin yang jujur untuk melihat dan mengoreksi diri sendiri, kita tak akan bisa melihat bagaimana penampakan diri kita.
Memantaskan diri adalah jawaban. Agar kelak kita siap menerima jawaban doa-doa yang pasti telah Allah siapkan. Insya Allah :-)

Doa Anak-Anak Gaza di Pagi Hari




Tuhan
Pagi ini kami ingin sekolah
Kami rindu pada madrasah kami yang indah
Kami rindu pada cerita Lubna dan Antarah
Tentu juga Sirah Rasulillah


Pagi ini kami ingin secuil roti
Kami ingin sepotong keju
Setetes susu
Dan sebutir Tin dan Zaitun


Pagi ini kami ingin belaian cinta
Ayah kami tercinta
Paman kami tercinta
Kakek kami tercinta


Pagi ini kami ingin matahari
Yang cerah menyinari gaza
Dan mengusir segala kecemasan jiwa

O Tuhan, apakah mereka akan merampas juga
Matahari kami, atau menutup Gaza
Tanpa matahari
Sehingga tak ada lagi pagi bagi kami


Tuhan
Biarlah mereka mengucilkan kami dari dunia
Asal setiap pagi
Kau masih tersenyum pada kami
Dunia tidak penting lagi bagi kami


Tuhan
Kami tidak pernah mengemis kemerdekaan pada siapapun
Karena kami telah memiliki kemerdekaan itu
Setiap kami menyebut nama-Mu
Dan setiap kami rukuk dan sujud kepada-Mu


Tuhan pagi ini kami tetap tersenyum kepada-Mu
Maka tersenyumlah kepada kami


(Puisi ini pernah dibacakan dalam Konferensi Internasional Pengajar Bahasa Arab Dunia Islam, di Universitas Al Azhar Indonesia, Juli 2010. Dibacakan kembali pada acara Asia-Pacific Community Conference for Palestine di Jakarta, 29 Juni 2011)

betapa matahari  membuka berjuta kesempatan. Setiap pagi adalah harapan. Dan Allah masih menyisakan pagi ini untuk kita rasakan sejuknya dengan setenang-tenangnya hati. Alhamdulillah :) Sampai bertemu lagi pagi esok hari. Insya Allah

Kamis, 09 Juni 2011

Friday i'm in Love


Bismillahirrohmaanirrohiim..
Assalamu alaikum warohmatullahi wabarokatuh….

Setelah membaca artikel tentang hari Jumat yang semua umat muslim pasti sudah tau, bahwa Hari Jumat memang istimewa. Terlepas dari dia populer sebagai hari pendek dan hari santai karena menjelang weekend. Jumat ternyata menyimpan banyak sekali makna dan berkah yang mudah-mudahan bisa kita raih . Amin :)
Betapa Allah sayang pada umatnya, memberikan sebuah hari yang sangat istimewa. Jum'at :D


Wahai kaum muslimin… Allah telah menganugerahkan bermacam-macam keistimewaan dan keutamaan kepada umat ini. Diantara keistimewaan itu adalah hari Jum’at, setelah kaum Yahudi dan Nasrani dipalingkan darinya.

Abu Hurairah meriwayatkan, Rasulullah bersabda:

Allah telah memalingkan orang-orang sebelum kita untuk menjadikan hari Jum’at sebagai hari raya mereka, oleh karena itu hari raya orang Yahudi adalah hari Sabtu, dan hari raya orang Nasrani adalah hari Ahad, kemudian Allah memberikan bimbingan kepada kita untuk menjadikan hari Jum’at sebagai hari raya, sehingga Allah menjadikan hari raya secara berurutan, yaitu hari Jum’at, Sabtu dan Ahad. Dan di hari kiamat mereka pun akan mengikuti kita seperti urutan tersebut, walaupun di dunia kita adalah penghuni yang terakhir, namun di hari kiamat nanti kita adalah urutan terdepan yang akan diputuskan perkaranya sebelum seluruh makhluk. (HR. Muslim)

Al-Hafidz Ibnu Katsir berkata: “Hari ini dinamakan Jum’at, karena artinya merupakan turunan dari kata al-jam’uyang berarti perkumpulan, karena umat Islam berkumpul pada hari itu setiap pekan di balai-balai pertemuan yang luas. Allah memerintahkan hamba-hamba-Nya yang mukmin berkumpul untuk melaksanakan ibadah kepada-Nya. Allah berfirman:

Hai orang-orang yang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat pada hari Jum’at, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui. (QS. 62:9)

Maksudnya, pergilah untuk melaksanakan shalat Jum’at dengan penuh ketenangan, konsentrasi dan sepenuh hasrat, bukan berjalan dengan cepat-cepat, karena berjalan dengan cepat untuk shalat itu dilarang. Al-Hasan Al-Bashri berkata: “Demi Allah, sungguh maksudnya bukanlah berjalan kaki dengan cepat, karena hal itu jelas terlarang. Tapi yang diperintahkan adalah berjalan dengan penuh kekhusyukan dan sepenuh hasrat dalam hati.” (Lihat Tafsir Ibnu Katsir : 4/385-386).

Ibnu Qayyim Al-Jauziyah berkata: “Hari Jum’at adalah hari ibadah. Hari ini dibandingkan dengan hari-hari lainnya dalam sepekan, laksana bulan Ramadhan dibandingkan dengan bulan-bulan lainnya. Waktu mustajab pada hari Jum’at seperti waktu mustajab pada malam lailatul qodar di bulan Ramadhan.” (Zadul Ma’ad: 1/398).

Keutamaan Hari Jum’at
1. Hari Terbaik

Abu Hurairah meriwayatkan bahwa Rasulullah bersabada:
Hari terbaik dimana pada hari itu matahari terbit adalah hari Jum’at. Pada hari itu Adam diciptakan, dimasukkan surga serta dikeluarkan darinya. Dan kiamat tidak akan terjadi kecuali pada hari Jum’at.

2. Terdapat Waktu Mustajab untuk Berdo’a.

Abu Hurairah berkata Rasulullah bersabda:
Sesungguhnya pada hari Jum’at terdapat waktu mustajab bila seorang hamba muslim melaksanakan shalat dan memohon sesuatu kepada Allah pada waktu itu, niscaya Allah akan mengabulkannya. Rasululllah mengisyaratkan dengan tangannya menggambarkan sedikitnya waktu itu. (H. Muttafaqun Alaih)
Ibnu Qayyim Al Jauziah – setelah menjabarkan perbedaan pendapat tentang kapan waktu itu – mengatakan:“Diantara sekian banyak pendapat ada dua yang paling kuat, sebagaimana ditunjukkan dalam banyak hadits yang sahih, pertama saat duduknya khatib sampai selesainya shalat. Kedua, sesudah Ashar, dan ini adalah pendapat yang terkuat dari dua pendapat tadi.” (Zadul Ma’ad Jilid I/389-390).

3. Sedekah pada hari itu lebih utama dibanding sedekah pada hari-hari lainnya.

Ibnu Qayyim berkata: “Sedekah pada hari itu dibandingkan dengan sedekah pada enam hari lainnya laksana sedekah pada bulan Ramadhan dibanding bulan-bulan lainnya”.
Hadits dari Ka’ab menjelaskan: “Dan sedekah pada hari itu lebih mulia dibanding hari-hari selainnya”.(Mauquf Shahih)

4. Hari tatkala Allah menampakkan diri kepada hamba-Nya yang beriman di Surga.

Sahabat Anas bin Malik dalam mengomentari ayat: “Dan Kami memiliki pertambahannya” (QS.50:35) mengatakan: “Allah menampakkan diri kepada mereka setiap hari Jum’at”.

5. Hari besar yang berulang setiap pekan.

Ibnu Abbas berkata : Rasulullah bersabda:
Hari ini adalah hari besar yang Allah tetapkan bagi ummat Islam, maka siapa yang hendak menghadiri shalat Jum’at hendaklah mandi terlebih dahulu ……. (HR. Ibnu Majah)

6. Hari dihapuskannya dosa-dosa

Salman Al Farisi berkata : Rasulullah bersabda:
Siapa yang mandi pada hari Jum’at, bersuci sesuai kemampuan, merapikan rambutnya, mengoleskan parfum, lalu berangkat ke masjid, dan masuk masjid tanpa melangkahi diantara dua orang untuk dilewatinya, kemudian shalat sesuai tuntunan dan diam tatkala imam berkhutbah, niscaya diampuni dosa-dosanya di antara dua Jum’at. (HR. Bukhari)

7. Orang yang berjalan untuk shalat Jum’at akan mendapat pahala untuk tiap langkahnya, setara dengan pahala ibadah satu tahun shalat dan puasa.

Aus bin Aus berkata: Rasulullah bersabda:
Siapa yang mandi pada hari Jum’at, kemudian bersegera berangkat menuju masjid, dan menempati shaf terdepan kemudian dia diam, maka setiap langkah yang dia ayunkan mendapat pahala puasa dan shalat selama satu tahun, dan itu adalah hal yang mudah bagi Allah. (HR. Ahmad dan Ashabus Sunan, dinyatakan shahih oleh Ibnu Huzaimah)

8. Wafat pada malam hari Jum’at atau siangnya adalah tanda husnul khatimah, yaitu dibebaskan dari fitnah (azab) kubur.

Diriwayatkan oleh Ibnu Amru , bahwa Rasulullah bersabda:
Setiap muslim yang mati pada siang hari Jum’at atau malamnya, niscaya Allah akan menyelamatkannya dari fitnah kubur. (HR. Ahmad dan Tirmizi, dinilai shahih oleh Al-Bani)

Wallahu a’lam bish-Shawab.
Demikian mudah-mudahan bermanfaat, Amiin.
Wassalamu alaikum warohmatullahi wabarokatuh....

Selamat Hari Jumat ^.^

Sabtu, 21 Mei 2011

Menemukan Akhir Cerita (Cinta)


Bercerita, semua manusia pasti tak akan menemukan kesulitan saat merangkai kata-kata. Setidaknya untuk sebuah cerita sederhana keseharian atau sekedar berbagi berita kecil. Bahkan kadang, manusia tak sadar telah menjalin kata per kata untuk menguntai sebait atau berlembar-lembar cerita. Cerita tentang apapun, bisa tentang siapapun, dengan setting dimanapun dan kapanpun. Terserah.

Awal sebuah cerita, bagi saya akan lebih sah dimulai dengan ketidaksengajaan, natural, mengikuti alur alami, dan ikuti saja intuisinya. Nikmati setiap belokan rasa dan tikungan logika di awal cerita. Tulus.


Menurut saya, awal yang terlalu teratur dan dipikirkan tidak akan menemukan kelanjutan yang menarik. Awal yang terlalu diatur mungkin akan terlihat dibuat-buat, penuh syarat, dan tampak dipaksakan. Selanjutnya, cerita hanya berbentuk balok-balok, bergaris tegak lurus tegas, dan bersudut-sudut. Kaku.

Ketidakteraturan yang saya bayangkan di sini bukan mutlak berantakan. Bukan berbentuk arogansi yang tak berasa, apalagi sampai kehilangan nilai. Jelas ada jalur dan batas yang harus diruntut sejak awal cerita. Atau kalau tidak, silakan ambil resiko nanti di alur selanjutnya. Karena ada pertanggungjawaban atas apapun yang telah dimulai, bukan?

Selanjutnya, tugas si pencerita untuk melanjutkan apa yang telah dimulainya. Mengarahkan awal yang telah terambil dengan sebaik-baik dan sebenar-benarnya cara. Di sinilah sebaiknya logika ikut menyeimbangkan lambungan batin. Hadirkan sang logika dan akal di tengah hiruk pikuk nyanyian bahagia si batin.

Dan yang terpenting adalah tokoh utama, sang Pemilik hati dan akal. Sang Maha Mengatur dan Maha Bijaksana, sebaik-baiknya pengatur hidup. Hadirkan Dia sebagai pemilik cerita, dan tempat pengembalian semua yang hanya menjadi milik-Nya. Saya yakin ketidaksengajaan di awal tadi merupakan bentuk kuasaNya. Jadi, tak akan bisa hilang Ia hingga akhir cerita, bahkan hingga akhir dunia. Tuhan.

Sampailah pada punutup cerita. Penutup awal yang tadi terambil karena tak sengaja. Setelah berlama-lama mengelola ketidaksengajaan, setelah peluh dan air mata menjadi bayaran, akhirnya sampai pada akhir cerita. Akhir yang tak mengakhiri apapun, akhir yang membuat pelaku-pelakunya menemukan lembar baru untuk merangkai cerita selanjutnya.

Sungguh, bahagia dan sedih adalah pilihan. Tapi akhir adalah kepastian. Kepastian yang memang harus diambil sekaligus dengan seluruh pertanggungjawabannya. Akhir adalah kepastian, bukan menjadi syarat atau bahkan bahan timbal balik.

Untuk itu, saya pun tetap mengandalkan intuisi dalam menemukan ending.
Saya menemukan banyak ending tadi, kemarin, dan kemarin dulu. Banyak akhiran yang bisa saya ambil tapi akhirnya saya lewati begitu saja.

Malam tadi, kembali saya menemukan akhiran. Sebuah garis tegas dan pasti.  Tak akan menunggu lama lagi, saya menyambarnya begitu saja.  Lalu seketika menjerebabkan hati pada Pemilik Hakiki. Dan saat ini di tangan saya telah ada segenggam cerita hingga chapter terakhir. Akhir.

Sabtu, 16 April 2011

Meminjam Mesin Penenun Hujan Milik Frau ^.^



Masih tentang sebuah fenomena alam favorit kebanyakan orang. Tak terkecuali saya. Hujan.
Mencintai sepaket mendung, sejuk, basah, pelangi, dan tentu sebongkah berkah.

Dan lagu Frau, Mesin Penenun Hujan ini, seperti memberi kontak jiwa dan raga antara hujan itu sendiri dan saya (tentu saja karena saya yang bersenandung, maka sah bahwa 'aku' di sini adalah saya ^.^)

dan bernyanyilah saya...

Merakit mesin penenun hujan
Hingga terjalin, terbentuk awan
Semua tentang kebalikan
Terlukis, tertulis, tergaris di wajahmu

Keputusan yang tak terputuskan
Ketika engkau telah tunjukkan
Semua tentang kebalikan
Kebalikan di antara kita

Kau sakiti aku, kau gerami aku,
Kau sakiti, gerami, kau benci aku
Tetapi esok nanti kau akan tersadar
Kau temukan seorang lain yang lebih baik
Dan aku kan hilang, ku kan jadi hujan
Tapi takkan lama, ku kan jadi awan

Merakit mesin penenun hujan
Ketika engkau telah tunjukkan
Semua tentang kebalikan
Kebalikan di antara kita
 

dan saya...adalah hujan itu sendiri. Yang nantinya karenamu, saya akan berubah menjadi awan.

Kamis, 07 April 2011

Berawal Dari Gundul-Gundul Pacul


Siang kemarin tak sengaja membaca sebuah note Facebook milik dosen saya. Judulnya memancing, #jurusgundul-gundul Pacul. Siapa orang jawa yang tak kenal lagu ini. Saat masih kecil, lagu ini jadi salah satu lagu dolanan bocah yang sangat sering saya dengar dan nyanyikan. Ntah, anak kecil jaman sekarang masih kah kenal dengan tembang ini. Bukan skeptis dan pesimis, tapi yang saya tau anak-anak kecil masa sekarang lebih kenal dan lebih hapal dengan lagu-lagu band dewasa atau remaja bertema cinta atau pacaran.

Yah, saya sedang tidak akan membahas pertumbuhan anak yang tidak sehat ini. Membahas tembang jawa yang liriknya paling banyak hanya 4 sampai 6 baris ini lebih menarik perhatian saya saat ini. Mungkin masih sedikit orang yang paham ternyata lagu Gundul-gundul Pacul menyimpan pelajaran dan filosofi yang sangat dalam. Bahkan jika melihat realitas saat ini, tak berlebihan jika lagu ini saya anggap sebagai ramalan masa depan yang diterawang pada masa lalu. Realitas apa? Tentu saja realitas negeri ini yang sudah lama kehilangan sosok pemimpin sejati. Bagaimana kah idealnya pemimpin sejati itu? Nah, note ini mungkin akan menjawab pertanyaan normatif ini.

**

#JurusGundul-gundulPacul

Masih ingat lagu "Gundul-gundul Pacul"?
"Gundul gundul pacul-cul, gembelengan.
Nyunggi nyunggi wakul-kul, gembelengan.
Wakul ngglimpang segane dadi sak latar...

Tembang Jawa ini konon diciptakan tahun 1400-an oleh Sunan Kalijaga dan teman-temannya yang masih remaja dan mempunyai arti filosofis yg dalam dan sangat mulia.

Gundul: adalah kepala plonthos  tanpa rambut. Kepala adalah lambang kehormatan, kemuliaan seseorang. Rambut adalah mahkota lambang keindahan kepala. Maka gundul artinya kehormatan yang tanpa mahkota.

Sedangkan pacul: adalah cangkul yaitu alat petani yang terbuat dari lempeng besi segi empat.  Pacul: adalah lambang kawula rendah yang kebanyakan adalah petani.

Gundul pacul artinya: bahwa seorang pemimpin sesungguhnya bukan orang yang diberi mahkota tetapi dia adalah pembawa pacul untuk mencangkul, mengupayakan kesejahteraan bagi rakyatnya.

Orang Jawa mengatakan pacul adalah papat kang ucul (empat yang lepas).

 Artinya bahwa: kemuliaan seseorang akan sangat tergantung 4 hal, yaitu: bagaimana menggunakan mata, hidung, telinga dan mulutnya.

1. Mata digunakan untuk melihat kesulitan rakyat.

2.Telinga digunakan untuk mendengar nasehat.

3. Hidung digunakan untuk mencium wewangian kebaikan.

4. Mulut digunakan untuk berkata-kata yang adil.

Jika empat hal itu lepas, maka lepaslah kehormatannya.

Gembelengan artinya: besar kepala, sombong dan bermain-main dalam menggunakan kehormatannya.

?GUNDUL2 PACUL CUL artinya orang yang dikepalanya sdh kehilangan 4 indera tersebut yang mengakibatkan sikap berubah jadi GEMBELENGAN (= congkak). NYUNGGI2 WAKUL KUL (menjunjung amanah rakyat) selalu sambil GEMBELENGAN (= sombong hati), akhirnya WAKUL NGGLIMPANG (amanah jatuh gak bisa dipertahankan) SEGANE DADI SAK LATAR (berantakan sia2, tak bisa bermanfaat bagi kesejahteraan rakyat).

Note ini bisa dibaca di sini

**
Note di atas menyebutkan bahwa tembang ini adalah ciptaan Sunan Kalijaga pada sekitar tahun 1400-an. Dan di beberapa situs hasil selancar saya, tembang ini diciptakan oleh seseorang bernama R.C. Hardjosubroto. Dari namanya, sudah bisa dipastikan beliau adalah orang Jawa. Jadi ada dua versi tentang siapa pencipta tembang ini. Tak perlu diperdebatkan mana yang benar dari keduanya, lebih baik kita pelajari makna lirik dari tembang ini.

Belakangan kita digalaukan oleh sikap anggota dewan terhormat yang beberapa kali mengecewakan rakyat. Rakyat, yang seharusnya mereka wakili aspirasi dan kepentingannya. Rakyat, yang seharusnya menjadi suara Tuhan. Kenaikan gaji, anggaran mobil baru, laptop baru, studi banding ke luar negeri, dan yang terakhir adalah rencana pembangunan gedung baru DPR senilai lebih dari Rp 1 T.

Pun saya sedang tidak ingin mendebat lagi rencana ini. Sudah banyak orang yang membicarakannya, bisa ditemui dimana saja orang-orang yang membicarakannya. Mulai dari TV, internet, koran, sampai warung angkringan, tak luput dari tema gedung baru ini.

Saya lebih ingin membicarakan tentang matinya indera para wakil rakyat yang terhormat. Tak lagi bisa melihat rakyatnya yang bersyukur masih bisa menyantap nasi aking, tak mendengar jutaan nasehat dari orang lain di luar, hidung yang tak terlatih mencium hal-hal baik, mulut yang kadang berkata tak adil sampai menyakiti pendengarnya, dan kulitnya lupa betapa kasar dan terjalnya penderitaan.

Sudah mati kelima panca inderanya, mati pula batinnya. Mati rasa pada perasaan orang lain hingga hilang ilmu empati di dalam dirinya. Jadilah sesosok makhluk tanpa indera dan hati. Naudzubillah..

Sebaiknya saya cukupkan kritik-kritik ini dan memulai otokritik. Sudahkah saya mengoptimalkan seluruh indera kepunyaan saya? Mungkin fungsinya telah maksimal, secara fisik saya alhamdulillah tak berkekurangan dan sangat mensyukurinya. Semuanya berfungsi sesuai tugasnya, mata saya melihat, telinga pun mendengar semua bunyi, hidung mampu mencium bau-bau, mulut dan lidah yang bisa berkata, dan peraba saya pun bisa menyentuh dengan baik. Sempurnakah? Saya jawab tidak.


Tidak, karena batin masih mudah terbang dan jatuh tak stabil. Kadang lupa bersyukur, terjebak iri, didera benci, dan meringkuk malas. Batin ini rasanya masih terus saja belajar dan siap diuji. Dan saya pun menyimpulkan tali-tali kusut ini dengan menguatkan batin dan hati dengan iman.

Apalagi di saat-saat sekarang di mana akal dan ilmu pengetahuan mulai menjadi kiblat kehidupan. Kemajuan peradaban diukur terbatas dari kemajuan teknologi hasil olah akal pikir manusia.

Adapun pendefinisian akal seorang ahli hadist

Syaikh Al Albani berkata,

“Akal menurut asal bahasa adalah At Tarbiyyah yaitu sesuatu yang mengekang dan mengikatnya agar tidak lari kekanan dan kekiri. Dan tidak mungkin bagi orang yang berakal tersebut tidak lari ke kanan dan kiri kecuali jika dia mengikuti kitab dan sunnah dan mengikat dirinya dengan pemahaman salaf.


Pengkultusan kepada akal jadi sumber kemudhorotan. Kenapa? Karena akal tak jarang melupakan peran hati dan batinnya. Karena akal kadang mengesampingkan hal-hal yang tak terjangkau oleh indera. Padahal akal yang seharusnya menjadi penyempurna manusia sebagai makhluk Tuhan malah menjadi ranjau karena menolak hal-hal yang jauh lebih tinggi dari jangkauan pikiran manusia.

Mendewakan akal beginilah yang kadang menyamarkan kontribusi batin dalam berkehidupan. Batinlah yang akan membawa pada iman. Iman yang yang membawa kita pada Tuhan dan membawa kita pada hakekat seorang manusia yang bukan apa-apa tanpa Tuhan.



Sekedar menutup, izinkan saya mengutip seucap doa, Ya Allah Ya Tuhan Semesta Alam dan Isinya. Sang pemilik fisik dan jiwa seluruh umatnya. Berkahilah indera saya. Tuntunlah indera dan akal saya di jalan tertinggimu. Perkayalah batin saya dengan iman dan taqwa. Supaya akal dan indera saya bergerak atas dasar batin yang beriman dan bertawa. Amin.

Senin, 04 April 2011

Kau di Dalam Ruang Penantianku

kau..
ya, kau..jangan menoleh pada siapapun. kau lah yang kumaksud.
luang kah waktu mu?
sebentar saja, ini akan berakhir sebelum kau menyadarinya..
bisa kah kita bicara?
bicara tentang triliunan detik yang kau beri pada dunia, dan miliaran detik sisanya yang kau bagi padaku.

kau..
tariklah sebuah senyum, hingga siapapun akan diam menikmatimu..
biar apapun di alam ini merenungkan dirimu.

kau..aku tak mengenalmu. aku hanya terikat pada sebuah senyum dan sebagian sisa waktu yang kau bagi padaku.
kau dan aku hanya sedang belajar saling menerjemahkan waktu.
kau, pastikan dirimu nyaman di situ. di luasnya ruang pencarianku
insya Allah

Senin, 28 Maret 2011

Serba Pertama Kali





Sampai usia yang kini 23 tahun, sudah ratusan momen 'pertama kali' yang saya lalui. Pertama kali belajar berdiri, kata pertama yang bisa saya ucapkan saat kecil dulu, atau hari pertama masuk sekolah. Semuanya menjadi momen yang meninggalkan jejak ketika  kini saya bisa berbicara banyak bahkan mendebat. Semua yang pertama itu menjadi pijakan saya hingga akhirnya kini bisa berjalan ke manapun bahkan melompat hingga berlari. Apapun yang pertama kali telah mengantarkan saya menjadi mahasiswa tingkat akhir dan juga berkesempatan masuk di dunia kerja.

Setiap momen pertama kali bagi saya bisa menjadi sangat spesial. Tak peduli momen itu terjadi bertahun-tahun yang lalu, rasa spesialnya masih bisa saya rasakan hingga saat ini. Mungkin beberapa ada yang sudah terlupakan, namun saya memutuskan untuk mempertahankan memori tentang banyak momen pertama kali saya. Sensasi perasaan yang terasa saat melakukan suatu hal untuk yang pertama kalinya adalah sayang untuk dilupakan begitu saja. Sekedar intermezo, saya kebetulan penganut percaya pada saya bisa melupakan siapapun atau apapun, tapi tidak untuk melupakan perasaan yang pernah saya rasakan. Mungkin ini yang membuat saya kadang sukses menjadi seorang melankolis. hehe.,

Kembali bicara tentang momen pertama kali, dari ratusan kali momen pertama kali yang sudah saya lalui, saya akan bercerita tentang beberapa di antaranya yang kebetulan sedang teringat.

Dulu, saat pertama kali saya masuk sekolah dasar adalah salah satu momen favorit saya. Saat kecil dulu, saya tidak menganggap masa TK saya sebagai sekolah. Yang saya pikirkan tentang sekolah saat itu adalah buku tulis bergaris dan pensil, bukan sekedar buku bergambar atau buku latihan baca yang setiap lembarnya hanya ada 3 sampai 5 kata yang dibaca per-suku kata sampai berulang-ulang.

Saya juga tidak menganggap gedung besar dengan kolam renang di bagian belakang gedung, serta banyak arena permainan itu menjadi sekolah saya. Tiap pagi saya berangkat, saya merasa berangkat main. Bedanya saya berseragam dan sebagian waktunya saya harus duduk tenang di dalam kelas. Selebihnya, saya bermain dan bernyanyi. Dan kebetulan saya lupa saat pertama saya masuk sekolah. Ini yang membuat saya percaya bahwa ingatan saya dimulai saat usia saya 5 tahun. Ini karena kebetulan saya juga tak ingat kalau ternyata kakak saya pernah begitu protektifnya pada saya saat saya masih balita. Bahkan menurut cerita mama, kakak tidak memperbolehkan orang lain mengajak saya bermain atau hanya sekedar menggendong saya. Saya benar-benar lupa untuk yang satu itu, yang teringat masa kecil saya dengan kakak habis untuk berebut apapun.

Ini mengapa saat pertama kali saya masuk SD, saya begitu antusias. Sekarang saya kadang malu sendiri mengingat bahwa saya dulu adalah anak kecil yang ambisius dan sombong. Saya begitu bangga karena sudah bisa membaca dan menulis dengan lancar di hari pertama masuk sekolah. Kebetulan saat masih TK saya ikut kakak les privat ke tetangga. Dan supaya tidak mengganggu kakak, saya pun diberi buku tulis dan pensil untuk belajar membaca dan menulsi. Bu Lis, beliaulah guru membaca saya di rumah selain mama.

Terlepas dari kesombongan masa kecil saya, rasa antusias hari pertama masuk sekolah dulu masih bisa saya rasakan sekarang. Bagaimana saking semangatnya, saya berkali-kali berteriak ‘bu guru..bu guru..saya sudah selesai menulisnya’ setiap bu guru saya membacakan sebuah kata yang harus kami tulis setelahnya. Rasa antusias masuk kelas pertama kalinya, saat saya memperkenalkan nama saya pada teman-teman kelas dan pada bu guru. Rasanya sangat bersemangat  dan yakin bahwa saya bisa melaluinya dengan sebaik-baiknya. Dan bukti antusiasme berlebihan saya, saat pulang sekolah hari pertama, tas saya sampai ketinggalan di sekolah. Sampai di rumah saya baru sadar kalau tas dan semua isinya saya tinggalkan di bangku begitu saja karena sangat tak sabar bisa ikut masuk dalam barisan antri dengan teman-teman untuk mencium tangan bu guru dan berpamitan. Dan syukurlah, itu menjadi yang pertama dan terakhir saya meninggalkan tas di sekolah. :)

Selain mengenang saat-saat pertama kali yang pernah saya alami. Saya juga senang bisa menjadi bagian dari momen pertama kali yang dialami teman saya. Beberapa di antaranya, saat saya menemani teman saya yang baru pertama kali ke candi Prambanan, pertama kali ke Borobudur, atau pertama kali nonton bioskop. Dan percayalah, saya yang sudah berkali-kali ke candi Prambanan, Borobudur, dan nonton bioskop pun mendapat energi ‘momen’ pertama kali dari teman saya, sehingga antusiasme saya pun layaknya saya mendatangi tempat-tempat itu untuk pertama kalinya.

Sudah lama sekali saya merasakan sensasi rasa antusiasme yang tinggi saat melakukan hal baru atau setidaknya terlibat pada momen pertama kali seseorang. Mungkin hari pertama masuk kerja jadi yang terakhir. Atau beberapa minggu lalu saat saya dan Ayya menemukan pantai baru yang luar biasa indah di Gunung Kidul. Atau saat pertama berkenalan dengan Pak Lurah dimana saya sedang penelitian skripsi, yang kini beliau jadi salah satu idola saya. :)

Dan kebetulan malam tadi, saya mengalami moment pertama kali lagi. Untuk pertama kalinya saya masuk studio karaoke. Antusias tentu saja, apalagi teman-teman kantor saya ini yang juga berhasil mengompori karena tau saya belum pernah main karaokean. Saya pun bernyanyi sepuas saya, dengan atau tanpa mic. Walau tak terdengar lebih keras dari suara teman-teman saya lainnya, saya merasa sudah pol-polan konsisten berteriak-teriak selama 2 jam itu. Yah, saya sebut saja berteriak karena beberapa kali saking semangatnya sampai saya tak peduli pada nada.

Rasa ketagihan akan perasaan antusias seperti ini yang membuat saya bersemangat untuk melakukan banyak hal baru lagi nanti. Dan saya percaya, momen pertama kali adalah sebuah awal. Dengan kita berani melakukan hal-hal baru yang belum pernah kita lakukan sebelumnya, minimal kita akan terhindar dari perangkap kesombongan.

Mengapa? Karena menurut saya ada banyak hal di dunia ini yang sebenarnya bisa saya lakukan, tapi ntah dengan alasan apa sehingga saya melewatkannya. Sedangkan ada banyak orang yang sudah berani memulai dan berhasil. Terlepas dari apapun itu, sekecil apapun itu, berhasil atau tidak, sepanjang itu bukan hal yang negatif, saya merasa harus menghargai ratusan momen pertama kali yang pernah saya alami. Karena besar atau kecil, momen-momen itu yang membawa saya menjadi saya yang sekarang. Selamat mencari momen pertama kali kalian.,its my firt? How about yours?

Sabtu, 26 Maret 2011

Tenang Hati Dalam GenggamanNya :)



Sang hati..ntah sejak kapan saya mulai benar-benar menyadari keberadaannya. Mungkin saat pertama saya mulai mengenal banyak rasa selain sekedar rasa senang dan sedih..mungkin sejak saya mulai paham rasa memiliki yang disusul kehilangan, rasa sayang yang kadang tak berjarak dengan benci, atau misalnya rasa terkhianati setelah percaya. Hati, kau mulai dewasa..(seharusnya)

Namun kini lihatlah dirimu..Kau mulai mudah tersakiti, mudah mengeluh, seperti lupa pada rumus rasa riang yg dulu kau kuasai.

Hati..
Harus sampai sebening apa kau agar tuanmu ini tenang? harus seluas alam kah agar pemilikmu bijak? Hati...mungkin banyak orang berpikir luasmu harus seluas samudera, tapi saya memaksamu untuk harus lebih dari itu..seluas mungkin kau bisa, jangan berhenti apalagi menyempit.

Hati..
harus serendah apa kau supaya tak ada yang tersakiti oleh tingkah pemilik tulang rusuk pelindungmu? Biarlah kau rendah, tapi Allah meninggikanmu atas dasar taqwa.Hati..harus sekuat apakah hingga sang pemilikmu bisa selamat dari penyakit-penyakit rasa yang ada?

Hati..
ntah harus sebesar apa kau tumbuh agar tuanmu menguasai kitab ikhlas hingga akhir hayatnya. Hati...pelajarilah semua rasa yang telah sempat kau rasa selama hidup, jangan lelah belajar, jangan menyesal apalagi menyerah..

Mungkin si otak sudah banyak belajar, terasah sejak kecil dan kini pun ia bisa berpikir dengan lebih baik. Apakah karena si hati dulu tak ikut masuk kelas, sehingga pertumbuhannya lambat? hingga kerjamu kadang tak ubahnya anak kecil yang terperangkap dalam fisik dan otak yang terus menua..

Keluhan hati seperti tak pernah berujung, semakin tua kau hanya lihai merasakan rasa sedih dan kecewa. Mulai lupa pada rumus kebahagiaan yang sebenarnya..
Tuhan..
diri saya ini adalah milikMu seutuhnya. Pun saya kembalikan hati ini, memasrahkannya pada sang Maha Memiliki..Saya akan berjalan dengan hati yang Kau genggam Ya Rabb, yang Kau Ridhoi..Itu lebih dari cukup.. Alhamdulillah :)


Rabu, 23 Maret 2011

Kami Bagai Bumi dan Langit :)

Perbedaan kami begitu besar, bagai bumi dan langit yang tak mungkin bersatu. Terlalu jauh jaraknya..Sudut yang mempertemukannya hanya mitos. Bahkan lengkungan pelangi tak pernah benar-benar menjangkau bumi. Semua yang berawal dari bumi akan kembali ke bumi. Dan semua yang muncul dari langit, pun akan lenyap di atas sana, searah dengan rotasinya.

Bumi dan langit adalah dua ruang dengan kemasing-masingannya. Mereka memiliki bahasa yang berbeda, punya lantunan doa yang tak sama. Bumi dengan gravitasinya terbiasa diinjak, dan di atas sana langit bangga karena tak pernah tergapai. Bahkan manusia menciptakan sosok jack dan pohon kacang raksasanya untuk berkhayal tentang menggapai langit.

Yang bisa menyatukan bumi dan langit hanya khayal dan mitos buatan manusia. Dongeng sebelum tidur pun ditulis agar saat tertidur akan bermimpi menggapai langit dalam arti sebenarnya.

Namun sesaat teringat akan seorang teman pecinta hujan. Bagaimana ia bercerita tentang pesan langit yang disampaikan kepada bumi lewat hujan, bagaimana bumi menerima hujan sebagai berkah. Itu artinya bahkan jarak bumi dan langit bukannya tak terhingga.  Keduanya memang berjauhan, tapi menemukan cara yang penuh berkah (hujan) untuk menyampaikan manfaatnya.

Dan beberapa bulan kemudian, saya menerima pesan berikut:

Kebijaksanaan Illahi adalah takdir dan suratan nasib yang membuat kita saling mencintai satu sama lain. Karena takdir itulah setiap bagian dari dunia ini bertemu dengan pasangannya.

Dalam pandangan orang-orang bijak, langit adalah laki-laki dan bumi adalah perempuan; bumi memupuk apa yang dijatuhkan oleh langit.  Jika bumi kekurangan panas, maka langit mengirimkan panas kepadanya; jika bumi kehilangan kesegaran dan kelembapan, langit memulihkannya. Langit memayungi bumi layaknya seorang suami yang menafkahi istrinya; dan bumi pun sibuk dengan urusan rumah tangga; ia melahirkan dan menyusui segala yang telah ia lahirkan.

Syair Jallaludin Rumi (dalam serial Cinta Anis Matta)

Kemudian hari ini, saya tak akan lagi memakai analogi bumi dan langit untuk menjelaskan tentang ketidakmungkinan.

Saya akan mengingat bagaimana langit menyiramkan hujannya pada bumi, bagaimana langit memberikan sedikit awannya untuk melindungi bumi dari terik, bagaimana langit memberikan lembabnya agar bumi tetap hidup, dan bagaimana langit melengkapi bumi.


Akhirnya saya setuju, dirinya dan saya memang bagaikan langit dan bumi. Dia langit dan saya adalah bumi :)

Senin, 21 Maret 2011

Kebebasan Perlu Batas





Ini tentang bagaimana sulitnya mengendalikan lisan *sambil berkaca diri >.<.

Sederhana saja, seperti kata pepatah mulutmu harimaumu, dan masih banyak istilah yang mencerminkan betapa lisan bisa menjadi kerugian (baik untuk pengucap atau pendengar) jika tak dibarengi dengan niat baik dan kedewasaan.

Pagi ini menemukan artikel bagus, di tengah kegalauan saya tentang pendidikan Indonesia *lihat note sebelumnya dan twit2 pagi ini, saya disadarkan bahwa masih banyak orang yang beropini tentang apapun tanpa mempertimbangkan manfaat dan mudaratnya. Beberapa orang saat ini memanfaatkan kebebasan media komunikasi yang ada dengan sebesar-besarnya sampai lupa pada tanggungjawabnya. Semakin kita dipercaya memiliki kebebasan, bukankah tanggung jawabnya pun semakin besar. Kebebasan tanpa batasan, hanya akan menjadi lumut  yang tumbuh tak beraturan, licin, dan akan mudah untuk terpeleset *okey, analogi lumut saya memang kacau. Tapi saya masih yakin, kebebasan yang tak terbatas hanya akan menjatuhkan.

Hanya sebagai usaha saya memperpanjang manfaat dari artikel ini, yang berjudul  CIRI-CIRI KEBAIKAN ISLAM SESEORANG.

Artikel ini berdasar pada hadist dan AlQuran (manalagi kebenaran yang akan kita percaya selain dari padaNya). Di sisi lain menurut saya artikel ini bisa diimplementasikan secara universal. Semoga bermanfaat ;) 


  
CIRI-CIRI KEBAIKAN ISLAM SESEORANG

Dari Abu Hurairah, ia berkata bahwa Rasulullah shallallhu ‘alaihi wa sallam telah bersabda:
“Termasuk dari kebaikan Islam seseorang adalah meninggalkan apa-apa yang tidak penting baginya.”
(H.R.Tirmidzi dan yang lainnya)

Imam Nawawi rahimahullah menyatakan dalam kitab Al Arba’in bahwa hadits ini derajatnya hasan. Syaikh Salim Al Hilali menyatakan dalam buku “Shahih Al Adzkar wa Dhaifuhu” hadits ini shahih lighairihi… Kesimpulannya hadits ini benar adanya dari Rasulullah shallallhu ‘alaihi wa sallam.

Imam Ibnu Rajab rahimahullah (wafat tahun 795 H) mengatakan:
“Hadits ini merupakan fondasi yang sangat agung dari fondasi-fondasi adab.”

Beliau juga menyatakan pula tentang pengertian hadits ini:
“Sesungguhnya barangsiapa yang baik keislamannya, pasti ia meninggalkan ucapan dan perbuatan yang tidak penting baginya, ucapan dan perbuatan dia terbatas dalam hal yang penting baginya.” (Jami’ul Ulum wal Hikam)

Standar penting di sini bukan menurut rasa atau rasio kita yang tidak lepas dari pengaruh hawa nafsu, akan tetapi berdasarkan tuntunan syari’at Islam.

Termasuk meninggalkan ucapan dan perbuatan yang tidak penting adalah meninggalkan hal-hal yang haram, atau yang masih samar, atau sesuatu yang makruh, bahkan berlebihan dalam perkara-perkara yang mubah sekalipun apabila tidak dibutuhkan, termasuk kategori hal-hal yang tidak penting.

Imam Ibnu Rajab rahimahullah mengatakan pula:
“Kebanyakan pendapat yang ada tentang maksud meninggalkan apa-apa yang tidak penting adalah menjaga lisan dari ucapan yang tidak berguna sebagaimana disebutkan oleh Allah :
“Tidaklah seorang mengucapkan satu ucapan, kecuali padanya ada malaikat yang mengawasi dan mencatat.” (Surat Qaaf: 18)



Umar bin Abdul Aziz rahimahullah berkata:
“Barangsiapa yang membandingkan antara ucapan dan perbuatannya, tentu ia akan sedikit berbicara, kecuali dalam hal-hal yang penting.”

Imam Nawawi rahimahullah berkata dalam kitab Al Adzkar:
“Ketahuilah, sesungguhnya setiap mukallaf (muslim) diharuskan menjaga lisannya dari segala ucapan, kecuali yang mengandung maslahat. Apabila sama maslahatnya, baik ia berbicara atau diam, maka sunnah untuk menahannya, karena kata-kata yang mubah dapat mengakibatkan akhirnya kepada yang haram atau makruh, dan ini yang seringkali terjadi pada umumnya, padahal mencari keselamatan itu tak ada bandingannya.”

Artinya mencari keselamatan itu sangat penting sekali.

Imam Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah rahimahullah (wafat tahun 751 H) berkata:
“Menjaga lisan adalah agar jangan sampai seseorang mengucapkan kata-kata yang sia-sia, apabila ia berkata hendaklah berkata yang diharapkan terdapat padanya keuntungan padanya dan manfaat bagi dien (agama)nya. Apabila ia akan berbicara hendaklah ia pikirkan, apakah dalam ucapan yang akan ia keluarkan terdapat manfaat dan keuntungan atau tidak? Apabila tidak bermanfaat hendaklah ia diam, apabila bermanfaat hendaklah ia pikirkan lagi, adakah kata-kata yang lebih bermanfaat atau tidak? Supaya ia tidak menyia-nyiakan waktunya dengan yang pertama.” (Dinukil dari kitab Ad Da’u wad Dawa’)

Selanjutnya beliau juga mengatakan dalam kitab yang sama:
“Adalah sangat mengherankan bahwa manusia mudah sekali untuk menghindari dari memakan barang yang haram, berbuat zhalim, berzina, mencuri, minum-minuman keras, memandang pandangan yang diharamkan, dan lain sebagainya, tetapi sulit untuk menjaga gerakan lisannya, sampai-sampai seseorang yang dipandang sebagai ahli agama, zuhud, gemar ibadah, tetapi dia berbicara dengan ucapan yang membuat Allah murka padanya, disebabkan ucapannya tersebut tanpa ia sangka-sangka menyebabkan ia terjerumus ke neraka jahannam lebih jauh antara jarak timur dan barat. Betapa banyak orang yang demikian yang engkau lihat dalam hal wara’, meninggalkan kekejian dan kezhaliman, tetapi lisannya diumbar ke sana kemari menodai kehormatan orang-orang yang hidup dan yang telah meninggal dunia, tanpa mempedulikan akibat dari kata-kata yang diucapkannya.”


Ancaman yang disebutkan tadi berasal dari sabda Nabi shallallhu ‘alaihi wa sallam:
“Sesungguhnya seorang hamba mengucapkan kata-kata, ia tidak memikirkan (apakah baik atau buruk) di dalamnya, maka ia tergelincir disebabkan kata-kata itu, ke dalam api neraka sejauh antara timur dan barat.” (Muttafaq alaihi)

Terakhir sebagai penutup marilah kita simak nasehat dari Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin hafizhahullah yang diringkas dari karyanya Syarah Riyadhus Shalihin:
“Seorang muslim apabila ia ingin baik keislamannya, maka hendaklah ia meninggalkan apa-apa yang tidak penting baginya.

Contoh: Apabila engkau bingung terhadap suatu amalan, apakah engkau kerjakan atau tidak? Lihatlah amalan itu apakah penting untukmu dalam hal dien dan dunia atau tidak penting?
Jika penting maka lakukanlah, kalau tidak maka tinggalkanlah, karena keselamatan itu harus lebih diutamakan.

Begitulah, janganlah engkau ikut campur dengan urusan orang lain, jika kamu tidak memiliki kepentingan dengannya, tidak seperti yang dilakukan oleh sebagian manusia pada hari ini berupa rasa ingin tahu terhadap urusan orang lain, apabila ada dua orang yang sedang berbincang-bincang, maka engkau datangi keduanya, ingin tahu apa yang sedang diucapkan oleh mereka berdua, atau terkadang mengutus orang lain untuk mendengarkannya.

Contoh yang lain, jika engkau berjumpa dengan orang lain, engkau bertanya kepadanya, “Darimana kamu?”, “Apa yang dikatakan si fulan kepadamu?”, “Apa yang kamu katakan kepadanya?”, dan lain-lain sebagainya dari perkara-perkara yang tidak penting, dan tidak ada faedahnya, bahkan ia menyia-nyiakan waktu, membuat hati gelisah, dan mengacaukan pikirannya serta menyia-nyiakan kebanyakan dari perkara-perkara penting dan bermanfaat. Engkau dapatkan seorang yang dinamis, aktif dalam beramal, memiliki perhatian penuh terhadap kebaikan bagi dirinya dan hal-hal yang bermanfaat baginya, maka engkau dapatkan dia sebagai orang yang produktif.

Maka kesimpulannya, jika engkau ingin melakukan atau meninggalkan suatu pekerjaan, perhatikanlah! Apakah hal itu penting bagimu atau tidak? Jika tidak penting, maka tinggalkanlah. Apabila penting, maka kerjakanlah sesuai dengan prioritasnya. Begitulah manusia yang berakal, ia sangat perhatian dengan amal kebaikan sebagai persiapan menghadapi kematian, dan dia selalu menginstropeksi diri terhadap amal-amalnya selama ini.

Semoga Allah memberikan taufiq kepada kita semua.”

al Faqiir ilallaah

f.g.a.



Artikel ini bisa dibaca juga di http://kembanganggrek.com/

Selamat pagi :)


Rabu, 09 Maret 2011

Takutku PadaMu..

Aku takut, tak lagi takut.

Sebelumnya mungkin aku bangga ketika keberanianku tak terbatas. Berharap bisa dengan berani mengembangkan diriku seluas-luasnya. Berani menghadapi apapun yang di depanku, berani memikirkan apapun, berani bertemu dengan siapapun, dan berani mengatakan apapun yang ingin kukatakan. Dengan berani, aku tak lagi takut pada rasa sakit dan sedih. Seperti kata Kartini di salah satu surat kebebasannya, tiga perempat dunia ini akan dikuasai oleh orang-orang pemberani. Dengan ini, bekalku hanya keberanian dan akal.

Sebagian akal yang membuatku merasa sempurna. Kupastikan aku akan baik-baik saja jika aku berani. Tidak akan ada yang berani menggangguku, tidak akan ada yang mampu membuatku jatuh dengan mudah, dan tidak akan ada yang membuatku lemah. Karena aku berani.



Namun, seseorang membuatku takut dengan semua keberanianku. Mengatakan betapa menakutkannya ketika hilang rasa takut dari diri kita. Terbayang betapa sombong dan menyebalkannya ketika tak mau mengakui ketakutan kita. Sesaat itu aku tak punya pembenaran. Sampai sekarangpun tidak. Membayangkannya memang mengerikan, seorang biasa yang tak mau mengakui ketakutannya. Hanya ingin terlihat berani setiap saat.



Saat ini, berusaha kuurai lagi ketakutan-ketakutan yang selama ini tak kuakui. Terus menerus kuingkari hanya untuk dapat menakhlukkan dunia. Aku tetap butuh rasa takut agar aku bisa mengendalikan dunia dengan tetap mengendalikan diriku. Karena yang tak terbatas adalah pasti sesuatu yang tak beradab, tak berasa, dan beretika. Ketika sebuah rasa takut menjadi kekuatan, sebuah hati akan menjadi anggun dan bijak. Bijak karena ia cerdas memilah antara yang perlu dan tak perlu, antara yang bermanfaat dan mudarat. Karena ia sadar dirinya bukan yang terhebat, ada yang Maha Hebat di dalam hatinya. Allah..

Chat With Sukma

Ini blog biasa, dengan misi sederhana..menulis sajalah. Semoga bermanfaat....=)