Senin, 19 Juli 2010

Mengikhlaskan Pasti Menenangkan

Sehari lalu, saya kehilangan seorang wanita penyayang, ramah, dan lemah lembut, ibu dari salah satu teman kesayangan saya, tapi saya melihat ikhlas di mata teman saya itu. Lalu malamnya, hampir saja saya kehilangan seseorang yang sudah hampir setahun ini menemani saya. Dan saya hanya terus menerus berkata 'ikhlas, ikhlas, ikhlas' di dalam hati..karena apapun, adalah bukan mutlak milik saya..

Tulisan di bawah saya baca di waktu yang tepat. Karena ternyata dengan ikhlas, semuanya menjadi wajar dan menenangkan.





Totalitas Ikhlas”

Saya ingin berbagi sejenak tentang ikhlas. Ikhlas itu hidup. Tetapi hidup belum tentu ikhlas. Terkadang ikhlas selalu dimaknai dalam artian yang sempit. Padahal maknanya terasa sangat luas dan dalam. Artinya semakin dalam menghayatinya maka semakin terasan keikhlasan itu. akhirnya bertemu di titik hidup (god spot). kedengarannya gampang namun pelaksanaannya ruwet. Gimana tidak ruwet kalau ikhlas dimaknai hanya sepenggal-sepenggal yang akhirnya logika yang bermain, nalar yang berkembang, rasio yang pintar. Maaf, bukan itu. ikhlas bagi saya adalah wujud dari hasil proses kekosongan. Kalau bahasa Ary Ginanjar (ESQ 165) adalah “zero mind process”. Kalau Einstein, dia bilang Nol. Nah, kalau bahasa umum adalah pasrah atau kepasrahan. Ada lagi mungkin yang lebih nyaman di dengar bahwa ikhlas adalah penyerahan diri secara total atau totalitas ikhlas.
Ada sebuah kisah nyata yang saya bisa angkat terkait makna ikhlas ini. ceritanya begini :
Ada seorang pemuda, taruhlah pemuda ini setiap harinya hanya nangkring di pasar sebagai penjaga keamanan di sebauh pasar. Dan sekaligus memungut retribusi dari para pedagang yang lalu lalang membawa hasil dagangannya. Pemuda itu terkenal sangat sabar namun disegani dilingkungan pasar itu. Hingga suatu ketika, tak terlihat duduk di tempat seperti biasanya ia duduk. Sehingga para pedagang menanyakan pemuda itu ke pedagang lainnya.
Pak Somad, koq pemuda itu sudah beberapa hari ini tak terlihat?”, kan biasanya pagi-pagi begini ia sudah lebih dulu datang dari pada kita. Ada apa ya? Kata pedagang itu.
“Bagaimana jika kita pergi ke rumah pemuda itu?” kebetulan saya sering lewat depan rumahnya ketika berangkat ke pasar”. Imbuh Pak Somad.
“Baiklah kalau begitu, setelah usau sholat duhur, mari kita sama-sama ke sana”. Kata Pedagang yang satunya.
Setelah mereka sholat duhur, dua orang pedagang itu beranjak menuju rumah pemuda yang terkenal sabar dan pendiam itu. sampailah mereka dirumah pemuda itu.
“Assalamu alaikum”,…..terdengar ucapan salam dari Pak Somad sambil mengetuk pintu rumah pemuda itu.
“waalaikum salam warahmatullahi wabarakatuh” ….seorang perempuan yang berjilbab keluar setelah membuka pintu rumahnya.
Bapak ada Bu..?” Tanya pak Somad.
“Maaf, bapak-bapak ini siapa dan dari mana?” Tanya istri pemuda itu.
“Kami berdua dari pasar yang dekat sini, kebetulan kami berdua adalah seorang pedagang kecil-kecilan di pasar”. Jelas pak somad.
Dengan muka sedikit bersedih, istri pemuda itu mengatakan : “suami saya sudah dua hari ini sedang sakit”. dia hanya bisa berbaring dan sulit untuk bangun”. Namun yang membuat saya heran, dia selalu tersenyum tanpa pernah mengeluh sama sekali”. Sudah saya sarankan untuk saya antar ke puskesmas, tapi ia menolak, katanya sakit biasa.
Boleh saya menjenguknya di kamar..?” Tanya pak Somad.
“Mari silahkan Pak”.
Tiba di dalam kamarnya, pemuda itu terlihat nampak senyum menghiasi wajahnya. Seperti tidak terlihat sakit. Mungkin karena senyumannya yang selalu ada.
“Assalamu alaikum…”
“Waalaikum salam”, “Eh Pak somad”, merepotkan sekali untuk besuk saya. jawab pemuda itu.
“Walah”, itu wajib anak muda. Sesama manusia kita harus tetap memperkuat silaturahim”. Jelas pak somad.
“Begini pak somad”, saya cuma sakit biasa koq, hanya batuk dan tidak enak badan sedikit. Yah…”sakit adalah rahmat dari Allah yang saya harus terima”, jika saya sehat pasti ada saatnya saya sakit”. Sehat dan sakit itu adalah sebuah rahmat dan anugerah dari Tuhan yang harus kita syukuri. Mungkin dibalik itu semua ,Tuhan memberikan hikmahnya pada kita sejauhmana kesabaran dan ketabahan kita untuk menghadapinya. Toh, semua manusia suatu saat akan kembali padaNya”. Karena kita semua berasal dariNya. Semua kehidupan di dunia ini dari awal dan akhir semuanya kita maknai dengan penuh keikhlasan. Apapun yang telah diberikan Tuhan pada saya, ya saya terima dengan penuh rasa syukur”. Termasuk ketika ajal itu akan datang menjemput saya, saya harus rela dan ikhlas menerimanya”. Imbuh pemuda dengan tutur bahasanya yang lembut.
Terlihat wajah pemuda itu bersinar dan dilumuri dengan senyum, nampak seperti orang yang tidak sakit.
“Oh ya Pak Somad dan Pak Buhari, jika ada kesalahan saya selama ini mohon saya di maafkan dengan penuh keihlasan, juga dengan para pedagang yang ada di pasar sana. “Oh ya”, sampaikan salam dan maaf saya kepada mereka semua tanpa terkecuali”.

Tiba-tiba pemuda itu terlihat tertidur sambil menutup matanya. Pak Somad dan Pak Buhari serta istrinya yang berada duduk di sebelahnya, segera membangunkannya. Namun pemuda itu tak lagi bergerak dan bangun sama sekali. Ternyata pemuda itu telah wafat. Wajahnya terlihat senyum. Seketika suasana disekitar rumah pemuda itu berubah menjadi sejuk dengan disambut suara gerimis hujan yang berjatuhan di atap rumah pemuda itu.
Itulah kisah cerita “ikhlas” dari seorang pemuda, yang setiap hari hanyalah seorang penjaga di pasar. Namun di saat akhir hayatnya dia telah menunjukkan sebuah makna keikhlasan yang luar biasa. Bahwa apapun yang kita lakukan dalam kehidupan mulai dari awal dan akhir, sejak mulai dari bangun dari tidur di waktu fajar terbit hingga kita hendak tidur di waktu malam selayaknya ikhlas itu selalu ada. Inilah yang dinamakan “totalitas ikhlas” atau “penyerahan diri secara total kepada Tuhan Semesta Alam”.***

oleh

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Chat With Sukma

Ini blog biasa, dengan misi sederhana..menulis sajalah. Semoga bermanfaat....=)