Sabtu, 02 Februari 2013

Kisah Marzuki, 30 Tahun Jadi Pengojek Rakit Bambu di Kali Ciliwung 

 

Jakarta boleh sibuk memikirkan monorel dan busway. Namun, di sisi timur Jakarta masih ada rakit bambu yang menjadi andalan warga sebagai alat transportasi utamanya. 

Siang ini sebuah rakit bambu sibuk hilir mudik mengantarkan para penumpangnya menyeberang dari Kampung Pulo, Kampung Melayu ke sisi Bukit Duri, Tebet Jakarta Timur.


Marjuki, pria berusia 56 tahun ini sudah menjadi penarik rakit di Sungai Ciliwung selama 30 tahun. Dia bersama kakak dan menantunya bergantian mengoperasikan rakit bambu buatannya sendiri. 


Tak perlu dayung, seutas tali tambang plastik yang terbentang di masing-masing sisi sungai menjadi tumpuannya untuk menggerakkan rakit. Arus sungai yang deras membuat pria bertelanjang kaki ini tampak harus mengerahkan tenaganya lebih kuat.

"Musim begini arusnya deras neng, jadinya berat (menariknya). Kalau sedang kemarau nggak seberat ini nariknya," ujar Marzuki sambil terus menarik tali tambang.


Marzuki bercerita, dalam sehari dia bisa menyeberangkan lebih dari 50 orang per harinya. "Ongkosnya Rp 500 sekali nyebrang, kan cuma deket aja. Paling orang mau ke warung. Atau kondangan," katanya.


Dalam sehari, Marzuki mengaku bisa mendapatkan uang hingga Rp 200 ribu. Namun jika cuaca hujan dan tak banyak yang berani menyeberang, Rp 100 ribu masih bisa didapatkannya.


Setiap hari, Marzuki mulai menerima penumpang pada pukul 06.00 pagi hingga maghrib. "Tapi kalau ada yang kondangan, bisa pesan. Nanti kita bisa narik lagi walau sudah malam," lanjutnya.


Rakit bambu sepanjang 15 meter dan lebar 2 meter ini dibuatnya sendiri. Setiap tahun saat bulan Ramadhan, dia akan membuat rakit baru.


"Kalau beli bambu ke Cibinong. Buat sampai rampung paling habis Rp 2 juta, terus saya ikat-ikat sendiri," cerita Marzuki.


 Tulisan ini dipublish juga di sini :)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Chat With Sukma

Ini blog biasa, dengan misi sederhana..menulis sajalah. Semoga bermanfaat....=)