Kamis, 04 Agustus 2011

Sukma Hari Ini



I've seen the best , I've seen the worst...

Tiga hari terakhir ini mendung. Seharian. Kadang sengaja menunggu hujan, biar bau tanahnya bisa menyegarkanku. Tak peduli pada dinginnya, atau pada basahnya. Aku hanya ingin bau tanah.


Seseorang mengatakan mendungnya muram, dia tak suka. Kenapa harus mendung di pagi hari? di saat semua orang butuh energi dan semangat. Di pagi, di saat semua orang memulai segalanya bahkan harapannya.

Mungkin karena semua orang telah terbiasa dengan cerah. Telah lupa bagaimana cara menikmati mendung. Mungkin sudah hilang ingatannya tentang tenang yang diciptakan mendung. Tentang sejuk yang ditawarkan mendung.


Kupikir ini keseimbangan yang pasti dan harus terjadi. Mendung harus ada karena ada cerah. Seperti keajaiban yang harus ada karena kita percaya.

Tentang sukma yang ada di dalam mendung, tetap memilih untuk bahagia ;)

Rabu, 03 Agustus 2011

Selamat Datang di Sumba yang Ajeb-ajeb



Dua tahun lalu, tepatnya bulan Desember 2009 saya mendapat kesempatan untuk menjadi salah satu anggota tim survey salah satu pusat studi di kampus saya. Survey ini fokus pada fasilitas pendidikan dan kesehatan di wilayah tengah Indonesia. Wilayah jajahan kami adalah Sumba Timur, Pulau Sumba, Nusa Tenggara Timur. Saya memang punya ekspektasi yang besar untuk perjalanan ini. Terlepas dari antusiasme untuk hengkangnya saya pertama kali dari Pulau Jawa. Yang ada dibayangan adalah alam perawan yang sengaja sudah saya lihat di internet beberapa hari sebelum berangkat.

Perjalanan dimulai dari Jogja-Surabaya-Kupang-Waingapu (Ibukota Kabupaten Sumba Timur). Ketika sampai di Bandar Udara Mau Hau, Waingapu, yang terlihat adalah landasan yang mungkin untuk perhitungan kasar saya, maksimal hanya 2 pesawat yang bisa parkir di situ. Bangunan bandaranya? tak lebih besar dari kantor kelurahan desa saya. Jangan harap anda akan menemukan rel bagasi. Kami setim harus berebut tas ransel kami yang dilempar-lempar begitu saja oleh para petugas bandara dari sebuah lubang yang terhubung dengan bagian luar gedung. Jadi jangan lengah, atau bersiaplah jadi sasaran mendaratnya tas dan koper-koper penumpang lainnya.

Terik panas menyengat dan kering pun menyambut kami ketika keluar dari gedung bandara yang hanya buka 3 hari seminggu ini. Dan disambutkah kami oleh tawaran para sopir taksi. Bukan taksi mobil sedan seperti yang ada di Jawa. Taksi di sini adalah angkot yang penumpangnya duduk berhadap-hadapan. Lengkap dengan musik ajeb-ajeb (house music) yang volumenya cukup untuk membuat body mobil bergetar-getar. Interior taksi pun sangat 'niat'. Lampu-lampu warna-warni yang berkelap-kelip setia mengikuti hentakan musik, dan juga bunga-bunga plastik yang begitu sempatnya dipasang di setiap sudut atapnya. Dan yang terpenting ada tombol bel di atap mobil bagian tengah. Kalau penumpang di Jawa biasa berteriak 'kiri pak!!' saat akan turun, kalau di Sumba, tinggal tekan tombol itu dan berhentilah pak sopir. Lebih praktis saya pikir, daripada harus berteriak-teriak di antara penumpang lain.

Perjalanan dari bandara ke rumah tinggal sementara kami tidak begitu jauh. Hanya ditempuh hanya dalam waktu 15 menit. Keadaan ekologis kota kecil ini tak jauh berbeda dengan kota-kota kecil di Jawa, pikir saya saat itu. Ini baru perkenalan. Jadi penilaian fisik jadi penilaian awal yang dangkal. Jalanan lengang, sesekali yang lewat adalah motor, mobil-mobil besar, dan taksi-taksi lain yang musik ajebnya terdengar sampai di telinga kami. Berhubung taksi ini kami carter, jadi belum ada kesempatan untuk banyak berinteraksi langsung dengan warga asli. Mau ngobrol?sepertinya juga semacam pekerjaan berat kalau dilakukan di tengah-tengah volume musik yang sedasyat ini.

Di Waingapu kami hanya transit, tujuan pertama kami adalah Kecamatan Pinupahar. Kecamatan ini jadi menjadi lokasi pertama karena waktu itu musim kemarau, pas untuk melakukan perjalanan ke sana. Kenapa?Karena kalau musim hujan tiba, kecamatan Pinupahar tidak bisa diakses lagi. Hal ini terjawab ketika esok harinya kami memulai perjalanan dari Waingapu ke Pinupahar.

Kami menyewa satu truk yang bak belakangnya sudah dimodifikasi agar bisa ditumpangi manusia. Ada bangku-bangku yang dipasang agar penumpang bisa menghadap ke muka dan ada atap yang siap melindungi penumpang dari terik dan hujan. Pada bangkunya pun ada bantalan empuk yang siap menyamankan perjalanan yang diperkirakan akan memakan waktu 7 jam ini. Satu lagi yang tidak bisa lepas di alat transportasi umum apapun di Sumba adalah musik ajeb-ajebnya. Truk angkutan massal ini pun dilengkapi dengan layanan musik ajeb komplit dengan layar LCD yang siap menampilkan video klip-video klip musik terbaru. WOw. Dan karena saya duduk di samping pak sopir, saya jadi tau kalau pak sopir memutar lagu-lagunya dari tancapan flash disk miliknya yang berisi ratusan lagu apa aja ada. Dan tentu semuanya adalah versi remix atau house music. Pastilah ajeb-ajeb.

Perjalanan Waingapu-Pinupahar terbukti memang hampir 7 jam bulat. 7 jam pun terasa begitu cepatnya berlalu. Sepanjang perjalanannya kami disuguhi berbagai pemandangan yang sungguh komplit. Mulai dari hamparan perbukitan savana yang rumputnya mengering, lalu masuk ke semak-semak subur, kemudian truk kami pun masuk ke jalur sungai yang kering. Ini dia jawaban kenapa kecamatan Pinupahar terisolir ketika musim hujan tiba. Karena kelokan sungai inilah satu-satunya jalan yang bisa disusuri untuk bisa mencapai kecamatan tanpa listrik ini.
Roda-roda truk sama sekali tak berhasil meredam goncangan ketika berbenturan dengan batu-batu kali yang besar dan utuh. Satu-persatu penumpang yang duduk di bagian belakang, tumbang lemas karena mual. Saya? saya sudah ambil langkah antisipasi minum obat anti mabuk sebelum berangkat. Jadi saya berhasil tetap menikmati goyangan-goyangan hebat badan truk itu sambil terus mengamati pemandangan di sekitar 'jalan' yang tak biasa ini. Hanya sekali kami berpapasan dengan pengendara motor. Bukan motor trill, hanya motor bebek biasa. Jadi siapa yang hebat di sini. Terbukti truk biasa dan motor bebek biasa pun bisa diajak off road sedasyat ini. Yang hebat tentu saja pengendaranya, bisa mengendalikan kendaraan-kendaraan yang diciptakan untuk berjalan di jalan beraspal, bukan di atas tumpukan batu-batu dengan sangat lihainya. Kesimpulannya, apapun akan jadi luar biasa ketika dipegang oleh tangan yang luar biasa juga.
Truk beberapakali oleng terlalu ke kanan atau ke kiri. Setiap saya berpikir kali ini pasti kami akan terguling jatuh, sang sopir langsung membuktikan kehebatannya dengan berhasil menyeimbangkan badan truk kembali. Begitu seterusnya dan sangat seru.

Perjuangan pak sopir tak main-main. Memainkan gagang kopling dengan segenap tenaga, injak pedal kanan lalu pedal kiri, putar stir ke sana kemari. Sungguh bukan sopir biasa.

Pemandangan terakhir yang ingin saya pamerkan adalah pemandangan pertama sejak kami keluar dari jalur sungai. Awalnya badan truk masuk ke semak-semak subur hijau, menembus juntaian pohon-pohon yang melintang di hadapannya. Dan baaAA...terbentang pantai biru maha dasyat. Pantai biru berkilau itu tidak berpasir sama sekali, dan hamparan bebatuan kali jadi penggantinya. Saya tidak bisa menjelaskan kenapa bisa begitu. Kenapa tidak ada karang atau pasir di pinggiran seperti pantai pada umumnya. Gunung-gunung karang kokoh berdiri di tengah laut menantang ombak-ombak besar yang datang. Truk kami sungguhan berjalan melintasi pinggir pantai, ban truk sekali lagi harus beradu dengan hamparan bebatuan. Dan pak sopir sempat bercerita di tengah usahanya menyeimbangkan kendaraannya. Beliau bercerita, jika malam hari dari atas tebing bisa terlihat lampu-lampu dari Benua tetangga, Australia. Luar biasa. Menulisnya saja membuat saya begitu rindu.

Dan tak jauh dari pantai berbatu kali itu, truk akhirnya berhenti di pinggir jalan. Di depan tanah lapang yang di situ berdiri jejeran gubug-gubug dari jerami. Di situlah pasar tradisional digelar seminggu sekali. Dan diseberangnya adalah kantor kecamatan Pinupahar berdiri. Berhalaman seluas lapangan bola, dengan gapura bambu dengan atap jerami. Bangunan kantor kecamatannya sendiri terdiri dari 2 bangunan becat putih dan beratap seng berkarat. Di antara dua gedung berdiri cantik gubug balai-balai bambu yang juga beratap jerami. Dan di sisi baratnya, berdiri rumah dinas Kepala camat dan aparat desa setempat. Sama, bercat putih dan beratap seng berkarat. Selamat datang di Pinupahar :)

Rabu, 13 Juli 2011

Tak Akan Ada Simetris

Mengerti, paham atau semacamnya seperti sebuah kata klise yang ternyata begitu rumit untuk dijabarkan. Atau lebih tepatnya kujabarkan. Apalagi untuk dipahami. Apalagi ketika ada dua manusia yang sedang berusaha untuk saling mengerti, itu berarti ada dua paham tentang pengertian yang akan bertarung. Jadi begitu rumit, menurutku.

Suatu saat aku bilang, mengertilah aku..di saat bersamaan kamu berkata, kenapa bukan kamu yang mengerti aku. Atau ketika aku ingin dibuat mengerti, tapi kamu merasa tak perlu membuatku mengerti. Kuanggap dia sedang tak peduli denganku..lalu kubilang, kenapa kamu tdk mengerti perasaanku yang ingin dibuat tenang olehmu?

Okey, aku sedang membuat rumit hanya dengan sebuah kata 'pengertian'. Baiklah, akan aku coba menyederhanakannya, cobalah berpikir jika kamu menjadi aku. Atau aku akan berpikir jika menjadi kamu. Seperti itulah pengertian akan terwujud, mungkin seperti itulah awalnya kita bisa saling mengerti, saling menjaga perasaan. Karena kita sama-sama tak ingin sakit dan menyakiti.

Sayangku,aku sepenuhnya sadar bahwa kita berbeda seluruhnya. Mulai dari kita memang perempuan dan lelaki. Punya kromosom yang berbeda, menjadi awal dari segala perbedaan selanjutnya. Lalu latar belakang yang luar biasa berbeda, dan apapun yang membentuk pribadi kita adalah juga perbedaan yang tak bisa dipungkiri. Wajar kalau sudut penglihatan kita tentang sebuah kata ‘pengertian’ menjadi berbeda. Pada akhirnya aku hanya bersyukur dengan seluruh perbedaan ini yang tidak mungkin membuatnya simetris. Simetris mungkin akan hanya akan menjemukan keduanya. Atau hanya akan menimbulkan perang kompetisi karena tak ada beda. Kupikir, seharusnya semua beda ini membuat kita belajar mengerti.

Kini aku mengerti ke mana arah perbedaan ini kau arahkan. Kamu sedang mengajakku untuk simetris, sedangkan aku berada di beberapa langkah di belakangmu. Dan kamu ingin saat ini juga aku menjelma menjadi cerminan pola pikirmu. Aku tak mampu, bukan karena menganggapmu tidak benar. Aku mengagumimu, tapi tak bisa menjelma menjadi persis dirimu. Aku sedang menyelaraskan diriku denganmu. Tapi waktuku sudah habis. Bahkan aku tak sadar waktuku sudah habis, tanpa tanda darimu. Sekali lagi memasrahkan perasaan padamu ini pada-Nya, dan bukan padamu.

Sampai sekarang, masih mensyukurimu, mensyukuri karakter kita masing-masing, mensyukuri usaha kita selama ini untuk beriringan, mensyukuri waktu dan pelajaran berharga denganmu.

*dan kali ini...

Waktu kita masih banyak. Tapi bukan untuk kita habiskan berdua. Kau dengan dirimu, dan aku dengan diriku. Masing-masing

Sabtu, 09 Juli 2011

Memantaskan Diri Untuk Berharap




Harapan

Manusia hidup dengan harapan, atau kadang harapan itulah yang memberi kekuatan pada manusia untuk bisa terus hidup. Jika sudah hilang harapan dari hidup seseorang, saya pastikan hidupnya hanya berjalan seperti robot. Mengalir begitu saja, tanpa ia tau apa yang dia ingin raih. Pastilah rasanya kosong tak bermakna.
Dan ketika harus merinci harapan-harapan apa saja yang kita miliki, kalau tidak terlalu depresi sehingga kita masih bisa berharap, pastilah ada segunung harapan dan cita-cita yang siap kita usahakan. Atau setidaknya yang bisa kita curahkan pada Allah, karena memang Allah lah pemberi keputusan akhir.

Misalnya kita berharap memiliki pekerjaan yang sesuai dengan keinginan, sekolah di tempat yang diidamkan, menikah dengan orang yang tepat dan mencintai kita karena Allah, memiliki anak-anak yang lucu dan sholeh, memiliki banyak teman yang tulus dan baik hati, memiliki tetangga yang mendamaikan, dan masih ada berapa saya tak tau yang bisa kita harapkan.

Sekarang pertanyaannya, pantaskah kita mengharapkan itu semua?
Sudah kah kita berdedikasi pada setiap pekerjaan (sekecil apapun) yang sekarang sedang kita lakukan, sehingga kita pantas mendapat pekerjaan yang lebih hebat dan otomatis ada tanggung jawab dan tuntutan-tuntutan lain yang lebih besar padanya?

Sudah amanah kah kita terhadap ilmu-ilmu yang kita peroleh selama ini, sehingga kita pantas mendapat ilmu yang lebih tinggi lagi? Dimana ilmu yang lebih tinggi pasti berbanding lurus dengan amanah yang sandarkan pada kita, seberapa besar kita bisa memanfaatkan ilmu itu untuk kebaikan, dan menjadikan ilmu itu sebagai berkah.

Sudah baik dan bertaqwa kah kita, sehingga berani mengharapkan kehadiran orang baik dan mencintai kita hanya karena Allah untuk menjadi teman berbagi kehidupan dunia akhirat kita kelak?

Sudah sholeh kah kita, sehingga kita berani berharap memiliki anak-anak yang sholeh lahir dari diri kita?

Sudah kah kita menjadi seorang teman yang baik, tulus, dan tak bergunjing, sehingga kita pantas memiliki teman yang baik dan tulus pula kepada kita?

Sudah kah kita menjadi tetangga yang baik bagi pemiliki rumah sebelah, sehingga mereka damai hidup berdampingan dengan kita, sehingga kita pantas berharap tetangga kita pun bersikap baik pada kita?

Sudah pantaskah kita?

Manusia memang memiliki kecenderungan cepat puas dengan apa yang dia berikan (usahakan), tapi tak pernah puas dengan apa yang dia terima. Akhirnya, kita pun terjebak pada kufur nikmat yang hanya merugikan. Kita sering terlalu sibuk menuntut orang lain bahkan kadang dengan sombongnya kita menuntut Allah, tapi kita selalu lupa menuntut diri sendiri.

Mungkin benar adanya pepatah semut di seberang lautan tampak, tapi gajah di pelupuk mata tak tampak. Pastilah, karena gajah itu adalah diri kita sendiri, tanpa cermin yang jujur untuk melihat dan mengoreksi diri sendiri, kita tak akan bisa melihat bagaimana penampakan diri kita.
Memantaskan diri adalah jawaban. Agar kelak kita siap menerima jawaban doa-doa yang pasti telah Allah siapkan. Insya Allah :-)

Doa Anak-Anak Gaza di Pagi Hari




Tuhan
Pagi ini kami ingin sekolah
Kami rindu pada madrasah kami yang indah
Kami rindu pada cerita Lubna dan Antarah
Tentu juga Sirah Rasulillah


Pagi ini kami ingin secuil roti
Kami ingin sepotong keju
Setetes susu
Dan sebutir Tin dan Zaitun


Pagi ini kami ingin belaian cinta
Ayah kami tercinta
Paman kami tercinta
Kakek kami tercinta


Pagi ini kami ingin matahari
Yang cerah menyinari gaza
Dan mengusir segala kecemasan jiwa

O Tuhan, apakah mereka akan merampas juga
Matahari kami, atau menutup Gaza
Tanpa matahari
Sehingga tak ada lagi pagi bagi kami


Tuhan
Biarlah mereka mengucilkan kami dari dunia
Asal setiap pagi
Kau masih tersenyum pada kami
Dunia tidak penting lagi bagi kami


Tuhan
Kami tidak pernah mengemis kemerdekaan pada siapapun
Karena kami telah memiliki kemerdekaan itu
Setiap kami menyebut nama-Mu
Dan setiap kami rukuk dan sujud kepada-Mu


Tuhan pagi ini kami tetap tersenyum kepada-Mu
Maka tersenyumlah kepada kami


(Puisi ini pernah dibacakan dalam Konferensi Internasional Pengajar Bahasa Arab Dunia Islam, di Universitas Al Azhar Indonesia, Juli 2010. Dibacakan kembali pada acara Asia-Pacific Community Conference for Palestine di Jakarta, 29 Juni 2011)

betapa matahari  membuka berjuta kesempatan. Setiap pagi adalah harapan. Dan Allah masih menyisakan pagi ini untuk kita rasakan sejuknya dengan setenang-tenangnya hati. Alhamdulillah :) Sampai bertemu lagi pagi esok hari. Insya Allah

Kamis, 09 Juni 2011

Friday i'm in Love


Bismillahirrohmaanirrohiim..
Assalamu alaikum warohmatullahi wabarokatuh….

Setelah membaca artikel tentang hari Jumat yang semua umat muslim pasti sudah tau, bahwa Hari Jumat memang istimewa. Terlepas dari dia populer sebagai hari pendek dan hari santai karena menjelang weekend. Jumat ternyata menyimpan banyak sekali makna dan berkah yang mudah-mudahan bisa kita raih . Amin :)
Betapa Allah sayang pada umatnya, memberikan sebuah hari yang sangat istimewa. Jum'at :D


Wahai kaum muslimin… Allah telah menganugerahkan bermacam-macam keistimewaan dan keutamaan kepada umat ini. Diantara keistimewaan itu adalah hari Jum’at, setelah kaum Yahudi dan Nasrani dipalingkan darinya.

Abu Hurairah meriwayatkan, Rasulullah bersabda:

Allah telah memalingkan orang-orang sebelum kita untuk menjadikan hari Jum’at sebagai hari raya mereka, oleh karena itu hari raya orang Yahudi adalah hari Sabtu, dan hari raya orang Nasrani adalah hari Ahad, kemudian Allah memberikan bimbingan kepada kita untuk menjadikan hari Jum’at sebagai hari raya, sehingga Allah menjadikan hari raya secara berurutan, yaitu hari Jum’at, Sabtu dan Ahad. Dan di hari kiamat mereka pun akan mengikuti kita seperti urutan tersebut, walaupun di dunia kita adalah penghuni yang terakhir, namun di hari kiamat nanti kita adalah urutan terdepan yang akan diputuskan perkaranya sebelum seluruh makhluk. (HR. Muslim)

Al-Hafidz Ibnu Katsir berkata: “Hari ini dinamakan Jum’at, karena artinya merupakan turunan dari kata al-jam’uyang berarti perkumpulan, karena umat Islam berkumpul pada hari itu setiap pekan di balai-balai pertemuan yang luas. Allah memerintahkan hamba-hamba-Nya yang mukmin berkumpul untuk melaksanakan ibadah kepada-Nya. Allah berfirman:

Hai orang-orang yang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat pada hari Jum’at, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui. (QS. 62:9)

Maksudnya, pergilah untuk melaksanakan shalat Jum’at dengan penuh ketenangan, konsentrasi dan sepenuh hasrat, bukan berjalan dengan cepat-cepat, karena berjalan dengan cepat untuk shalat itu dilarang. Al-Hasan Al-Bashri berkata: “Demi Allah, sungguh maksudnya bukanlah berjalan kaki dengan cepat, karena hal itu jelas terlarang. Tapi yang diperintahkan adalah berjalan dengan penuh kekhusyukan dan sepenuh hasrat dalam hati.” (Lihat Tafsir Ibnu Katsir : 4/385-386).

Ibnu Qayyim Al-Jauziyah berkata: “Hari Jum’at adalah hari ibadah. Hari ini dibandingkan dengan hari-hari lainnya dalam sepekan, laksana bulan Ramadhan dibandingkan dengan bulan-bulan lainnya. Waktu mustajab pada hari Jum’at seperti waktu mustajab pada malam lailatul qodar di bulan Ramadhan.” (Zadul Ma’ad: 1/398).

Keutamaan Hari Jum’at
1. Hari Terbaik

Abu Hurairah meriwayatkan bahwa Rasulullah bersabada:
Hari terbaik dimana pada hari itu matahari terbit adalah hari Jum’at. Pada hari itu Adam diciptakan, dimasukkan surga serta dikeluarkan darinya. Dan kiamat tidak akan terjadi kecuali pada hari Jum’at.

2. Terdapat Waktu Mustajab untuk Berdo’a.

Abu Hurairah berkata Rasulullah bersabda:
Sesungguhnya pada hari Jum’at terdapat waktu mustajab bila seorang hamba muslim melaksanakan shalat dan memohon sesuatu kepada Allah pada waktu itu, niscaya Allah akan mengabulkannya. Rasululllah mengisyaratkan dengan tangannya menggambarkan sedikitnya waktu itu. (H. Muttafaqun Alaih)
Ibnu Qayyim Al Jauziah – setelah menjabarkan perbedaan pendapat tentang kapan waktu itu – mengatakan:“Diantara sekian banyak pendapat ada dua yang paling kuat, sebagaimana ditunjukkan dalam banyak hadits yang sahih, pertama saat duduknya khatib sampai selesainya shalat. Kedua, sesudah Ashar, dan ini adalah pendapat yang terkuat dari dua pendapat tadi.” (Zadul Ma’ad Jilid I/389-390).

3. Sedekah pada hari itu lebih utama dibanding sedekah pada hari-hari lainnya.

Ibnu Qayyim berkata: “Sedekah pada hari itu dibandingkan dengan sedekah pada enam hari lainnya laksana sedekah pada bulan Ramadhan dibanding bulan-bulan lainnya”.
Hadits dari Ka’ab menjelaskan: “Dan sedekah pada hari itu lebih mulia dibanding hari-hari selainnya”.(Mauquf Shahih)

4. Hari tatkala Allah menampakkan diri kepada hamba-Nya yang beriman di Surga.

Sahabat Anas bin Malik dalam mengomentari ayat: “Dan Kami memiliki pertambahannya” (QS.50:35) mengatakan: “Allah menampakkan diri kepada mereka setiap hari Jum’at”.

5. Hari besar yang berulang setiap pekan.

Ibnu Abbas berkata : Rasulullah bersabda:
Hari ini adalah hari besar yang Allah tetapkan bagi ummat Islam, maka siapa yang hendak menghadiri shalat Jum’at hendaklah mandi terlebih dahulu ……. (HR. Ibnu Majah)

6. Hari dihapuskannya dosa-dosa

Salman Al Farisi berkata : Rasulullah bersabda:
Siapa yang mandi pada hari Jum’at, bersuci sesuai kemampuan, merapikan rambutnya, mengoleskan parfum, lalu berangkat ke masjid, dan masuk masjid tanpa melangkahi diantara dua orang untuk dilewatinya, kemudian shalat sesuai tuntunan dan diam tatkala imam berkhutbah, niscaya diampuni dosa-dosanya di antara dua Jum’at. (HR. Bukhari)

7. Orang yang berjalan untuk shalat Jum’at akan mendapat pahala untuk tiap langkahnya, setara dengan pahala ibadah satu tahun shalat dan puasa.

Aus bin Aus berkata: Rasulullah bersabda:
Siapa yang mandi pada hari Jum’at, kemudian bersegera berangkat menuju masjid, dan menempati shaf terdepan kemudian dia diam, maka setiap langkah yang dia ayunkan mendapat pahala puasa dan shalat selama satu tahun, dan itu adalah hal yang mudah bagi Allah. (HR. Ahmad dan Ashabus Sunan, dinyatakan shahih oleh Ibnu Huzaimah)

8. Wafat pada malam hari Jum’at atau siangnya adalah tanda husnul khatimah, yaitu dibebaskan dari fitnah (azab) kubur.

Diriwayatkan oleh Ibnu Amru , bahwa Rasulullah bersabda:
Setiap muslim yang mati pada siang hari Jum’at atau malamnya, niscaya Allah akan menyelamatkannya dari fitnah kubur. (HR. Ahmad dan Tirmizi, dinilai shahih oleh Al-Bani)

Wallahu a’lam bish-Shawab.
Demikian mudah-mudahan bermanfaat, Amiin.
Wassalamu alaikum warohmatullahi wabarokatuh....

Selamat Hari Jumat ^.^

Chat With Sukma

Ini blog biasa, dengan misi sederhana..menulis sajalah. Semoga bermanfaat....=)